Widget HTML #1

Bantuan Hidup Dasar (BHD)

Gambar: mandatorytraining.co.uk

I. Pendahuluan

Terdapat banyak keadaan yang akan menyebabkan kematian dalam waktu singkat, tetapi kesemuanya berakhir pada hasil akhir yakni kegagalan oksigenasi sel, terutama otak dan jantung.

Usaha yang dilakukan untuk mempertahankan kehidupan pada saat penderita mengalami keadaan yang mengancam nyawa dikenal sebagai "Bantuan Hidup" (Life Support).

Bila usaha Bantuan Hidup ini tanpa memakai cairan intravena, obat ataupun kejutan listrik maka dikenal sebagai "Bantuan Hidup dasar" (Basic Life Support).

Dalam tubuh terdapat berbagai organ, dan semua organ dibentuk oleh sel-sel. Untuk tetap dapat hidup, maka semua sel membutuhkan oksigen, dan kematian akan timbul bila sel tidak mendapatkan oksigen.

Perbedaan Mati Klinis dan Mati Biologis

a. Mati klinis
↪ Penderita dinyatakan mati secara klinis apabila henti bernapas dan henti jantung, waktunya 6-8 menit setelah berhentinya pernapasan dan sirkulasi. Kematian klinis masih reversibel apabila dilakukan BHD.

b. Mati biologis
↪ Kerusakan sel otak dimulai 6-8 menit setelah berhentinya pernapasan dan sirkulasi. Setelah 10 menit biasanya sudah terjadi kematian biologis. Apabila BHD dilakukan cukup cepat, kematian mungkin dapat dihindari seperti keterangan di bawah ini:
  • Keterlambatan 1 menit → Kemungkinan berhasil 98 dari 100
  • Keterlambatan 4 menit → Kemungkinan berhasil 50 dari 100
  • Keterlambatan 10 menit → Kemungkinan berhasil 1 dari 100

Catatan: Bila ada tanda-tanda kematian pasti seperti kaku mayat atau lebam mayat, sudah sia-sia untuk melakukan BHD.

Yang harus diperhatikan pada BHD adalah:
  • Airway (jalan napas)
  • Breathing (pernapasan)
  • Circulation (jantung dan pembuluh darah)

II. Airway

Jalan napas dimulai dari mulut, hidung, faring lalu ke larinks (tempat pita suara) dan trakhea. Pada peralihan antara farinks ke larinks ada tonjolan di belakang pangkal lidah yang dikenal sebagai epiglotis, dan merupakan patokan yang penting saat melakukan intubasi oro-tracheal.

Orang dewasa akan bernafas terutama melalui hidung dan dapat pula bernapas melalui mulut. Bayi akan lebih mudah bernapas melalui hidung dan ada kesulitan bernapas melalui mulut, sehingga pada bayi bila hidung tersumbat akan ada kesan seolah-olah sesak napas.

Menilai Jalan Napas dan Pernapasan

Bila penderita sadar dan dapat berbicara kalimat panjang → Airway dan Breathing dalam keadaan baik.

Bila penderita tidak sadar, lakukan penilaian Airway (jalan napas) dan lakukan penilaian Breathing (pernapasan) dengan cara: Lihat-Dengar-Rasakan (LDR).

Obstruksi Jalan Napas

Obstruksi jalan napas merupakan pembunuh tercepat dibandingkan gangguan breathing dan circulation. Lagi pula perbaikan breathing tidak mungkin dilakukan bila gangguan airway belum teratasi.

Obstruksi jalan napas dapat total (lengkap/seluruhnya) atau parsial (tidak lengkap/sebagian)

a. Obstruksi total
↪ Pada obstruksi total bisa juga penderita ditemukan masih sadar atau dalam keadaan tidak sadar. Pada obstruksi total yang akut, biasanya disebabkan tertelannya benda asing yang menyangkut dan menyumbat di pangkal larinks. Bila obstruksi total timbul perlahan maka akan berawal dari obstruksi parsial yang kemudian menjadi obstruksi total.
  • Obstruksi total akut pada penderita masih sadar. Penderita akan memegang leher, dalam keadaan sangat gelisah, kebiruan (sianosis) mungkin ditemukan, dan mungkin ada kesan masih bernapas (walaupun tidak ada udara keluar-masuk/ventilasi).
  • Dalam keadaan ini harus dilakukan perasat Heimlich Manuver. Tindakan ini dilakukan pada penderita sampai benda asing keluar atau penderita jatuh tidak sadar. Pada wanita hamil dan orang gemuk, dilakukan penekanan pada dada (sternal trust). Kemudian meminta bantuan. Selanjutnya lakukan abdominal thrust pada penderita yang tidak sadar. Bila benda asing tersebut terlihat lakukan sapuan jari untuk mengeluarkan benda asing tersebut.
  • Membebaskan sumbatan karena benda asing pada anak dan bayi. Sumbatan jalan napas dapat terjadi ringan ataupun berat. saat sumbatannya ringan, anak masih dapat batuk dan bersuara. Tetapi pada saat sumbatannya berat penderita sama sekali tidak dapat batuk atau pun bersuara.
    • Jika sumbatan yang terjadi ringan jangan melakukan apapun, biarkan penderita membersihkan jalan napasnya sendiri dengan batuk, sementara Anda mengobservasi tanda-tanda sumbatan yang berat.
    • Jika sumbatannya berat (penderita tidak dapat bersuara sedikitpun) untuk anak, lakukan heimlich manuver sampai bendanya keluar atau sampai anak jatuh dalam keadaan tidak sadar. Selanjutnya lakukan abdominal thrust.
    • Untuk  bayi lakukan 5 x Back blows diikuti dengan 5 x chest thrust berulang-ulang sampai bendanya keluar atau sampai penderita jatuh tidak sadar. Pada bayi tidak direkomendasikan untuk melakukan abdominal thrust karena dapat merusak organ dalam yang tidak terlindungi, misalnya hati.
  • Jika penderita jatuh tidak sadar lakukan RJP. Sebelum ventilasi petugas harus melihat apakah terdapat bendanya atau tidak pada mulut penderita. Jika Anda melihatnya segera keluarkan, tetapi petugas tidak boleh melakukan sapuan jari bila bendanya tidak tampak, karena dapat mendorong bendanya masuk ke dalam orofaring dan dapat menyebabkan kerusakan pada organ tersebut. bila bendanya tidak tampak berikan ventilasi diikuti dengan kompresi dada.

b. Obstruksi parsial
↪ Obstruksi parsial dapat disebabkan berbagai hal. Biasanya penderita masih dapat bernafas sehingga timbul beraneka ragam suara, tergantung penyebabnya.
  • Cairan (darah, sekret, aspirasi lambung, dsb) bunyi kumur-kumur (gurgling). Timbul suara seperti bunyi kumur-kumur, suara bernafas bercampur suara cairan. Dalam keadaan ini harus dilakukan penghisapan ("slijmzuigen", suction). Pada penderita yang tidak sadar dan ada obstruksi karena cairan bisa dilakukan teknik finger sweep (sapuan dengan jari) bila tidak ada suction, atau penderita yang bukan trauma boleh dilakukan memiringkan kepala dan sapuan jari.
  • Lidah yang jatuh ke belakang - mengorok (snoring). Keadaan ini timbul misalnya pada keadaan tidak sadar (koma), atau patahnya tulang rahang bilateral. timbul suara mengorok harus diatasi dengan perbaikan airway, manual atau dengan alat.
  • Penyempitan di larink atau trakhea - stridor. Dapat disebabkan edema karena berbagai hal (luka bakar, radang, dsb) ataupun desakan neoplasma. Timbul suara "crowing" atau stridor inspirasi. Keadaan ini hanya dapat diatasi dengan perbaikan airway di rumah sakit. 

Pengelolaan Jalan Napas

Bila ada sumbatan jalan nafas, sudah jelas bahwa sumbatan tersebut harus diatasi, karena jalan nafas terganggu berarti pernapasan akan terganggu, dan akhirnya organ (termasuk otak) tidak akan mendapatkan oksigen.

a. Penghisapan (suction) - bila ada cairan
↪ Alat yang dipakai suction dengan kateter, atau alat lain untuk menghisap.

b. Menjaga jalan napas secara manual
↪ Pada orang sadar biasanya jalan nafas sudah terjaga oleh penderita sendiri, walaupun mungkin terganggu karena sebab lain, seperti sumbatan karena neoplasma dsb. Bila penderita tidak sadar maka lidah dapat dihindarkan jatuh ke belakang dengan memakai:
  • Angkat kepala-dagu (head tilt-chin lift manouvre). Prosedur ini tidak boleh dipakai bila ada kemungkinan patah tulang leher. Tangan kanan diletakkan pada dahi penderita, sedangkan tangan kiri pada ujung dagu mengait dagu dan menarik mandibula (rahang bawah) ke depan. Mulut tidak boleh terkatup. Bila perlu ujung dagu dijepit dan ditarik ke depan. jangan meletakkan ibu jari dalam mulut penderita bila tidak ingin terluka.
  • Angkat rahang (jaw thrust). Petugas di belakang kepala penderita, dengan kedua tangan di belakang sudut rahang bawah mendorong rahang ke bawah ke depan (anterior).

III. Breathing dan Pemberian Oksigen

Bila airway baik, belum tentu pernapasan akan baik sehingga perlu selalu dilakukan pemeriksaan apakah pernafasan penderita sudah adekuat atau belum.

Pemeriksaan Fisik Penderita

a. Pernapasan normal
↪ Frekuensi pernapasan normal manusia adalah:
  • Dewasa: 12-20 kali/menit
  • Anak-anak: 15-30 kali/menit
  • Bayi baru lahir: 30-50 kali/menit
Pada orang dewasa pernafasan abnormal bila > 30 atau < 10 kali/menit.

b. Sesak nafas (dyspnoe)
↪ Bila penderita sadar, dapat berbicara tetapi tidak dapat mengucapkan kalimat panjang →  Airway baik, breathing terganggu, penderita terlihat sesak. Sesak nafas dapat terlihat atau mungkin juga tidak. Bila terlihat maka mungkin akan ditemukan:
  • Penderita mengeluh sesak
  • Bernafas cepat (tachypnoe)
  • Pernapasan cuping hidung
  • Pemakaian otot pernapasan tambahan
  • Mungkin penderita terlihat ada kebiruan

Pemberian Oksigen

↪ Pemberian oksigen selalu diperlukan bila keadaan penderita buruk. pemberian oksigen tidak perlu disertai alat pelembab (humidifier) bila pemberian singkat.

Cara pemberian oksigen dapat dengan:
  • Kanul hidung (nasal canul). Kanul hidung lebih dapat ditolerir oleh anak-anak, face mask akan ditolah, karena merasa "dicekik". Orang dewasa juga kadang-kadang menolak face mask karena dianggap "mencekik". Kekurangan dari kanul hidung adalah jumlah konsentrasi oksigen yang dihasilkannya.
  • Masker oksigen (face mask). Masker dengan lubang pada sisinya. Pemakaian face mask dalam pemberian oksigen lebih baik dibandingkan kanul hidung, karena konsentrasi oksigen yang dihasilkannya lebih tinggi.

Konsentrasi oksigen menurut cara pemberian:
  • Udara bebas: 21%
  • Kanul hidung dengan oksigen 2 liter/menit: 24%
  • Kanul hidung dengan oksigen 6 liter/menit: 44%
  • Masker oksigen (non-rebreathing mask, 8-12 liter/menit): 80-90%

III. Pernapasan Buatan (Artificial Ventilation)

Bila ditemukan gangguan pernapasan, maka hampir selalu memerlukan koreksi. yang pertama selalu harus dipastikan adalah bahwa airway dalam keadaan baik (paten). Bila memang diperlukan, maka pernapasan buatan dapat diberikan dengan cara:

a. Mouth to mouth ventilation (mulut ke mulut)

Cara langsung sudah tidak dianjurkan karena bahaya infeksi (terutama hepatitis/HIV), karena itu harus memakai "barrier device" (alat perantara) terbuat dari plastik yang ditempatkan antara mulut penderita dan mulut petugas.

Alat ini mempunyai katup yang mencegah gas maupun cairan masuk mulut petugas. dengan cara ini akan dicapai konsentrasi oksigen hanya 18% (konsentrasi udara paru saat ekspirasi).

Jumlah ventilasi yang diberikan adalah sesuai umur, sebagai berikut:
  • Dewasa: 10-12 kali/menit
  • Anak: 20 kali/menit
  • Bayi: 20 kali/menit

b. Mouth to mask ventilation

Pada cara ini udara ditiupkan ke dalam mulut penderita dengan bantuan face mask. Bila dipasang saluran oksigen pada sisi face mask, maka konsentrasi oksigen dapat mencapai 55%.

c. Bantuan pernapasan memakai kantung (bag-valve-mask, "bagging")

Dilakukan dengan 2 orang, satu orang merapatkan masker sekitar mulut dan hidung, sedangkan satu petugas lainnya memompa. jangan lupa memberikan oksigen pada BVM.

IV. Sirkulasi (Circulation)

Sirkulasi terdiri dari jantung dan pembuluh darah.

a. Frekuensi denyut jantung

frekuensi denyut jantung pada orang dewasa adalah 60-80 x/menit. Bila kurang dari 50 x/menit disebut bradikardi, bila lebih dari 100 x/menit disebut takhikardi.

Bradikardi sering ditemukan pada atlit yang terlatih. pada bayi frekuensi denyut jantung adalah 85-200 x/menit, sedangkan pada anak-anak (2-10 tahun) 60-140 x/menit.

b. Penentuan denyut nadi

Pada orang dewasa dan anak-anak denyut nadi diraba pada arteri radialis (lengan bawah, sejajar dengan ibu jari) atau arteri karotis, yakni sisi samping dari jakun. Pada bayi meraba denyut nadai adalah pada arteri brachialis, yakni pada sisi medial lengan atas.

Syok

Syok dapat disebabkan berbagai hal. Gejala awal syok adalah kulit pucat dan dingin (gangguan perfusi kulit) dan nadi cepat (takikardia). Pengelolaan syok ditunjukkan terhadap penyebabnya, bila syok karena perdarahan maka perdarahan harus dihentikan.

Henti Jantung

Gejala henti jantung adalah gejala syok yang sangat berat. penderita masih akan berusaha menarik napas satu atau dua kali, setelah itu akan berhenti bernapas. penderita akan ditemukan dalam keadaan tidak sadar.

Pada perabaan nadi tidak ditemukan arteri karotis yang berdenyut. Bila ditemukan henti jantung maka harus dilakukan massage jantung luar yang merupakan bagian dari resusitasi jantung paru (RJP, CPR). RJP hanya menghasilkan 25-30% dari curah jantung (cardiac output) sehingga oksigen tambahan mutlak diperlukan.

V. Resusitasi Jantung Paru (RJP)

1. Langkah-langkah yang harus diambil sebelum memulai RJP (American Heart Association) adalah:
  • Tentukan kesadaran penderita (respon penderita). Dilakukan dengan menggoyangkan penderita. Bila penderita menjawab dengan jelas, maka Airway dalam keadaan baik. Bila tidak ada respon maka;
  • Panggil bantuan (call for help). Bila petugas sendiri, jangan mulai RJP sebelum memanggil bantuan.
  • Buka jalan napas. Petugas harus membuka jalan napas dengan manuver Head tilt Chin Lift bila tidak dicurigai ada trauma kepala atau leher. Bila dicurigai adanya trauma kepala dan trauma leher buka jalan napas dengan manuver Chin Lift atau Jaw Thrust bila ada snoring/ngorok. Pastikan jalan napas dalam keadaan baik.
  • Periksa pernapasan. Sambil mempertahankan jalan napas tetap terbuka, periksa pernapasan dengan lihat, dengar dan rasakan adanya napas atau tidak. Pemeriksaan ini paling lama 10 detik. Bila penderita bernapas penderita tidak memerlukan RJP.
  • Berikan pernapasan buatan 2 kali. Bila penderita tidak bernapas, berikan 2 x napas buatan, pastikan tiupan efektif, dapat dilihat dengan dada mengembang/naik. Jika dada tidak mengembang/naik reposisi kepala, tutup mulut penderita dan coba lagi beri tiupan. Bila pernapasan buatan kedua tetap tidak berhasil (karena resistensi/tahanan yang kuat), maka airway harus dibersihkan dari obstruksi (heimlich manouver, finger sweep, dsb).
  • Periksa pulsasi arteri karotis (5-10 detik). Bila ada pulsasi dan penderita bernapas, hentikan RJP. Bila ada pulsasi dan penderita tidak bernafas berikan Rescue Breathing.

2. Teknik Resusitasi Jantung Paru

Bila tidak ada pulsasi dilakukan RJP 5 siklus dalam waktu 2 menit. RJP dapat dilakukan 1 atau 2 orang dengan perbandingan kompresi dan ventilasi 30:2

a. Posisi penderita

Penderita dalam keadaan terlentang pada dasar yang keras (lantai, back board, short spine board). Jangan menunda RJP untuk mencari alas keras, bila perlu penderita dipindahkan ke lantai.

Bila penderita terjepit dalam kendaraan, prinsip ekstrikasi dapat diabaikan (kecuali proteksi servikal) dengan segera menariknya keluar.

b. Posisi petugas

Posisi petugas adalah setinggi bahu penderita bila akan melakukan RJP 1 orang, penderita di lantai, petugas berlutut setinggi bahu di sisi kanan penderita. posisi paling ideal sebenarnya adalah dengan "menunggangi" penderita, namun sering tidak dapat diterima oleh keluarga penderita.

c. Tempat kompresi

Tepatnya 2 inci di atas prosesus xifoideus pada tengah sternum. Jari tengah tangan kanan diletakkan pada procecous xifoideus (ulu hati), jari telunjuk mengikuti. Lalu telapak tangan kiri diletakkan di sisi tangan kanan dengan tetap mengarah ke depan.

Jari-jari kedua tangan dapat dirangkum, namun tidak boleh menyinggung dad penderita. pada anak tekanan dilakukan dengan menggunakan satu tangan. pada bayi tekanan dilakukan dengan 2 atau 3 jari pada garis yang menghubungkan kedua puting susu.

d. Kompresi

Dilakukan dengan meluruskan siku, beban pada bahu, bukan pada siku. Cara lain untuk memeriksa efisiensi kompresi adalah dengan petugas lain memeriksa pulsasi arteri karotis yang seharusnya ada pada setiap kompresi. dalamnya kompresi pada bayi 1-2 cm, pada anak < 8 tahun 2-3 cm, dan pada dewasa 3-5 cm.

Kompresi dilakukan secara ritmik, bukan dengan penekanan tiba-tiba. baik saat kompresi maupun mengangkat, waktunya harus sama (50:50 rule). Pada saat akan dilakukan ventilasi, kompresi dihentikan sejenak (1-1,5 detik).

e. Perbandingan kompresi-ventilasi
  • Pada orang dewasa, baik 2 orang penolong maupun 1 orang penolong perbandingan kompresi - ventilasi adalah 30:2
  • Anak dan bayi → 30:2 (pada 1 penolong)
  • Anak dan bayi → 15:2 (pada s penolong)
  • Neonatus → 3:1 (pada 1 penolong)

f. Memeriksa pulsasi dan pernapasan

Pada RJP 1 orang, pemeriksaan dilakukan setiap 5 siklus (setiap 2 menit). Pada RJP 2 orang, petugas yang melakukan ventilasi dapat sekaligus melakukan pemeriksaan pulsasi karotis.

g. Menghentikan RJP

Bila RJP dilakukan dengan efektif, kematian biologis akan tertunda. saat menghentikan RJP merupakan keputusan yang sulit yang tergantung dari:
  • Lamanya kematian klinis
  • Prognosis penderita (ditinjau dari penyebab henti jantung)
  • Penyebab henti jantung (pada henti jantung karena listrik minimal 1 jam). Sebaiknya keputusan menghentikan RJP diserahkan kepada dokter

h. Komplikasi RJP

Patah tulang iga sering terjadi, terutama pada orang tua. RJP tetap diteruskan walaupun terasa ada tulang yang patah. patah tulang iga bisa terjadi bila posisi tangan salah.

Kapan Tindakan Resusitasi Jantung paru dapat dihentikan? Apabila:
  • Penolong sudah kelelahan
  • Sudah dilakukan RJP selama 30 menit, tapi tidak ada respon.
  • Sudah ada respon dari penderita (teraba nadi carotis dan timbul napas spontan)
  • Ada keputusan dari dokter untuk menghentikan RJP

Algoritma Resusitasi Jantung Paru (RJP)

Cek kesadaran penderita. Bila tidak ada respon
               

Hubungi SPGDT (Sistem Penanggulangan Gawat darurat terpadu)
               

Buka jalan napas, lihat ada sumbatan atau tidak
               

Periksa pernapasan, berikan 2 x tiupan sampai dada penderita terlihat mengembang
               

Jika tidak ada respon, cek nadi (carotis) selama 10 detik
               
  • Jika nadi teraba, berikan bantuan napas tiap 5 detik sekali selama satu menit (lakukan pengecekan naas dan nadi tiap 2 menit)
  • Jika nadi tidak teraba, lakukan 30 x kompresi dada dengan 2 ventilasi selama 5 siklus dalam waktu 2 menit