Widget HTML #1

Proses Menua Keperawatan Gerontik

Proses Menua Keperawatan Gerontik

Tahap usia lanjut adalah tahap di mana terjadi penurunan fungsi tubuh. Penuaan merupakan perubahan kumulatif pada makhluk hidup, termasuk tubuh, jaringan dan sel, yang mengalami penurunan kapasitas fungsional. Pada manusia, penuaan dihubungkan dengan perubahan degeneratif pada kulit, tulang jantung, pembuluh darah, paru-paru, saraf dan jaringan tubuh lainya.

Kemampuan regeneratif pada lansia terbatas, mereka lebih rentan terhadap berbagai penyakit. Artikel ini akan menjelaskan materi tentang teori penuaan, proses penuaan, perubahan fisik, perubahan psikologis, perubahan sosial, masalah umum pada lansia, dan penyakit pada lansia.

Teori Proses Menua

A. Teori-Teori Biologi

1) Teori genetik dan mutasi (somatic mutatie theory)

Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk spesies-spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang diprogram oleh molekul-molekul / DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi. Sebagai contoh yang khas adalah mutasi dari sel-sel kelamin (terjadi penurunan kemampuan fungsional sel).

2) Pemakaian dan rusak

Kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah (rusak)

3) Reaksi dari kekebalan sendiri (auto immune theory)

Di dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi suatu zat khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit.

4) Teori “immunology slow virus” (immunology slow virus theory)

Sistem immune menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan masuknya virus kedalam tubuh dapat menyebabkan kerusakan organ tubuh.

5) Teori stres

Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan internal, kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah terpakai.

6) Teori radikal bebas

Radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas, tidak stabilnya radikal bebas (kelompok atom) mengakibatkan osksidasi oksigen bahan-bahan organik seperti karbohidrat dan protein. Radikal bebas ini dapat menyebabkan sel-sel tidak dapat regenerasi.

7) Teori rantai silang

Sel-sel yang tua atau usang , reaksi kimianya menyebabkan ikatan yang kuat, khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini menyebabkan kurangnya elastis, kekacauan dan hilangnya fungsi.

8) Teori program

Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah sel yang membelah setelah sel-sel tersebut mati.

B. Teori kejiwaan sosial

1) Aktivitas atau kegiatan (activity theory)

Lansia mengalami penurunan jumlah kegiatan yang dapat dilakukannya. Teori ini menyatakan bahwa lansia yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan sosial.

2) Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup dari lansia.

Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan individu agar tetap stabil dari usia pertengahan ke lanjut usia.

3) Kepribadian berlanjut (continuity theory)

Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lansia. Teori ini merupakan gabungan dari teori diatas. Pada teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seseorang yang lansia sangat dipengaruhi oleh tipe personality yang dimiliki.

4) Teori pembebasan (disengagement theory)

Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang secara berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas sehingga sering terjadi kehilangan ganda (triple loss), yakni :
  • Kehilangan peran
  • Hambatan kontak sosial
  • Berkurangnya kontak komitmen

Teori penuaan secara umum 

Menurut Ma’rifatul (2011) dapat dibedakan menjadi dua yaitu teori biologi dan teori penuaan psikososial:

A. Teori Biologi

1) Teori seluler

Kemampuan sel hanya dapat membelah dalam jumlah tertentu dan kebanyakan sel-sel tubuh “diprogram” untuk membelah 50 kali. Jika sel dari tubuh lansia dibiakkan lalu diobrservasi di laboratorium terlihat jumlah sel-sel yang akan membelah sedikit.

Pada beberapa sistem, seperti sistem saraf, sistem musculoskeletal dan jantung, sel pada jaringan dan organ dalam sistem itu tidak dapat diganti jika sel tersebut dibuang karena rusak atau mati. Oleh karena itu, sistem tersebut beresiko akan mengalami proses penuaan dan mempunyai kemampuan yang sedikit atau tidak sama sekali untuk tumbuh dan memperbaiki diri (Azizah, 2011)

2) Sintesis Protein (Kolagen dan Elastis)

Jaringan seperti kulit dan kartilago kehilangan elastisitasnya pada lansia. Proses kehilangan elastisitas ini dihubungkan dengan adanya perubahan kimia pada komponen protein dalam jaringan tertentu.

Pada lansia beberapa protein (kolagen dan kartilago, dan elastin pada kulit) dibuat oleh tubuh dengan bentuk dan struktur yang berbeda dari protein yang lebih muda. Contohnya banyak kolagen pada kartilago dan elastin pada kulit yang kehilangan fleksibilitasnya serta menjadi lebih tebal, seiring dengan bertambahnya usia.

Hal ini dapat lebih mudah dihubungkan dengan perubahan permukaan kulit yang kehilangan elastisitanya dan cenderung berkerut, juga terjadinya penurunan mobilitas dan kecepatan pada system musculoskeletal (Azizah dan Lilik, 2011).

3) Keracunan Oksigen

Teori ini tentang adanya sejumlah penurunan kemampuan sel di dalam tubuh untuk mempertahankan diri dari oksigen yang mengandung zat racun dengan kadar yang tinggi, tanpa mekanisme pertahanan diri tertentu.

Ketidakmampuan mempertahankan diri dari toksin tersebut membuat struktur membran sel
mengalami perubahan serta terjadi kesalahan genetik. Membran sel tersebut merupakan alat sel supaya dapat berkomunikasi dengan lingkungannya dan berfungsi juga untuk mengontrol proses pengambilan nutrisi dengan proses ekskresi zat toksik di dalam tubuh.

Fungsi komponen protein pada membran sel yang sangat penting bagi proses tersebut, dipengaruhi oleh rigiditas membran. Konsekuensi dari kesalahan genetik adalah adanya penurunan reproduksi sel oleh mitosis yang mengakibatkan jumlah sel anak di semua jaringan dan organ berkurang. Hal ini akan menyebabkan peningkatan kerusakan sistem tubuh (Azizah dan Lilik, 2011).

4) Sistem Imun

Kemampuan sistem imun mengalami kemunduran pada masa penuaan. Walaupun demikian, kemunduran kemampuan sistem yang terdiri dari sistem limfatik dan khususnya sel darah putih, juga merupakan faktor yang berkontribusi dalam proses penuaan. Mutasi yang berulang atau perubahan protein pasca tranlasi, dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem imun tubuh mengenali dirinya sendiri.

Jika mutasi isomatik menyebabkan terjadinya kelainan pada antigen permukaan sel, maka hal ini akan dapat menyebabkan sistem imun tubuh menganggap sel yang mengalami perubahan tersebut sebagai sel asing dan menghancurkannya.

Perubahan inilah yang menjadi dasar terjadinya peristiwa autoimun. Disisi lain sistem imun tubuh
sendiri daya pertahanannya mengalami penurunan pada proses menua, daya serangnya terhadap sel kanker menjadi menurun, sehingga sel kanker leluasa membelah-belah (Azizah dan Ma’rifatul L., 2011).

5) Teori Menua Akibat Metabolisme

Menurut Mc. Kay et all., (1935) yang dikutip Darmojo dan Martono (2004), pengurangan “intake” kalori pada rodentia muda akan menghambat pertumbuhan dan memperpanjang umur. Perpanjangan umur karena jumlah kalori tersebut antara lain disebabkan karena menurunnya salah satu atau beberapa proses metabolisme. Terjadi penurunan pengeluaran hormon yang merangsang pruferasi sel misalnya insulin dan hormon pertumbuhan.

B. Teori Psikologis

1) Aktivitas atau Kegiatan (Activity Theory)

Seseorang yang dimasa mudanya aktif dan terus memelihara keaktifannya setelah menua. Sense of integrity yang dibangun di masa mudanya tetap terpelihara sampai tua. Teori ini menyatakan bahwa pada lansia yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan sosial (Azizah dan
Ma’rifatul, L., 2011).

2) Kepribadian berlanjut (Continuity Theory)

Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lansia. Identity pada lansia yang sudah mantap memudahkan dalam memelihara hubungan dengan masyarakat, melibatkan diri dengan masalah di masyarakat, kelaurga dan hubungan interpersonal (Azizah dan Lilik M, 2011).

3) Teori Pembebasan (Disengagement Theory)

Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang secara pelan tetapi pasti mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya atau menarik diri dari pergaulan sekitarnya (Azizah dan Lilik M, 2011).
  1. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Ketuaan
    • Hereditas atau ketuaan genetik
    • Nutrisi atau makanan
    • Status kesehatan
    • Pengalaman hidup
    • Lingkungan
    • Stres
  2. Perubahan-perubahan Yang Terjadi Pada Lansia

Proses Penuaan Degeneratif pada Lansia

Semakin bertambahnya umur manusia, terjadi proses penuaan secara degeneratif yang akan berdampak pada perubahan-perubahan pada diri manusia, tidak hanya perubahan fisik, tetapi juga kognitif, perasaan, sosial dan sexual (Azizah dan Lilik M, 2011, 2011).

A. Perubahan Fisik

1) Sistem Indra

Sistem pendengaran; Prebiakusis (gangguan pada pendengaran) oleh karena hilangnya kemampuan (daya) pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit dimengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas 60 tahun.

2) Sistem Intergumen

Pada lansia kulit mengalami atropi, kendur, tidak elastis kering dan berkerut. Kulit akan kekurangan cairan sehingga menjadi tipis dan berbercak. Kekeringan kulit disebabkan atropi glandula sebasea dan glandula sudoritera, timbul pigmen berwarna coklat pada kulit dikenal dengan liver spot.

3) Sistem Muskuloskeletal

Perubahan sistem muskuloskeletal pada lansia:
  • Kolagen → sebagai pendukung utama kulit, tendon, tulang, kartilago dan jaringan pengikat mengalami perubahan menjadi bentangan yang tidak teratur.
  • Kartilago → jaringan kartilago pada persendian menjadi lunak dan mengalami granulasi, sehingga permukaan sendi menjadi rata. Kemampuan kartilago untuk regenerasi berkurang dan degenerasi yang terjadi cenderung kearah progresif, konsekuensinya kartilago pada persendiaan menjadi rentan terhadap gesekan.
  • Tulang → berkurangnya kepadatan tulang setelah diamati adalah bagian dari penuaan fisiologi, sehingga akan mengakibatkan osteoporosis dan lebih lanjut akan mengakibatkan nyeri, deformitas dan fraktur.
  • Otot → perubahan struktur otot pada penuaan sangat bervariasi, penurunan jumlah dan ukuran serabut otot, peningkatan jaringan penghubung dan jaringan lemak pada otot mengakibatkan efek negatif.
  • Sendi → pada lansia, jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon, ligament dan fasia mengalami penuaan elastisitas.

4) Sistem kardiovaskuler

Perubahan pada sistem kardiovaskuler pada lansia adalah massa jantung bertambah, ventrikel kiri mengalami hipertropi sehingga peregangan jantung berkurang, kondisi ini terjadi karena perubahan jaringan ikat. Perubahan ini disebabkan oleh penumpukan lipofusin, klasifikasi SA Node dan jaringan konduksi berubah menjadi jaringan ikat.

5) Sistem respirasi

Pada proses penuaan terjadi perubahan jaringan ikat paru, kapasitas total paru tetap tetapi volume cadangan paru bertambah untuk mengkompensasi kenaikan ruang paru, udara yang mengalir ke paru berkurang. Perubahan pada otot, kartilago dan sendi torak mengakibatkan gerakan pernapasan terganggu dan kemampuan peregangan toraks berkurang.

6) Pencernaan dan Metabolisme

Perubahan yang terjadi pada sistem pencernaan, seperti penurunan produksi sebagai kemunduran fungsi yang nyata karena kehilangan gigi, indra pengecap menurun, rasa lapar menurun (kepekaan rasa lapar menurun), liver (hati) makin mengecil dan menurunnya tempat penyimpanan, dan berkurangnya aliran darah.

7) Sistem perkemihan

Pada sistem perkemihan terjadi perubahan yang signifikan. Banyak fungsi yang mengalami kemunduran, contohnya laju filtrasi, ekskresi, dan reabsorpsi oleh ginjal.

8) Sistem saraf

Sistem susunan saraf mengalami perubahan anatomi dan atropi yang progresif pada serabut saraf lansia. Lansia mengalami penurunan koordinasi dan kemampuan dalam melakukan aktifitas sehari-hari.

9) Sistem reproduksi

Perubahan sistem reproduksi lansia ditandai dengan menciutnya ovary dan uterus. Terjadi atropi payudara. Pada laki-laki testis masih dapat memproduksi spermatozoa, meskipun adanya penurunan secara berangsur-angsur.

B. Perubahan Kognitif

  • Memory (Daya ingat, Ingatan)
  • IQ (Intellegent Quotient)
  • Kemampuan Belajar (Learning)
  • Kemampuan Pemahaman (Comprehension)
  • Pemecahan Masalah (Problem Solving)
  • Pengambilan Keputusan (Decision Making)
  • Kebijaksanaan (Wisdom)
  • Kinerja (Performance)
  • Motivasi

C. Perubahan Mental

Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental:
  • Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa.
  • Kesehatan umum
  • Tingkat pendidikan
  • Keturunan (hereditas)
  • Lingkungan
  • Gangguan syaraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian.
  • Gangguan konsep diri akibat kehilangan kehilangan jabatan.
  • Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan teman dan famili.
  • Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap gambaran diri, perubahan konsep diri.

D. Perubahan Spiritual

Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya. Lansia semakin matang (mature) dalam kehidupan keagamaan, hal ini terlihat dalam berfikir dan bertindak sehari-hari.

E. Perubahan Psikososial

1) Kesepian

Terjadi pada saat pasangan hidup atau teman dekat meninggal terutama jika lansia mengalami penurunan kesehatan, seperti menderita penyakit fisik berat, gangguan mobilitas atau gangguan sensorik terutama pendengaran.

2) Duka cita (Bereavement)

Meninggalnya pasangan hidup, teman dekat, atau bahkan hewan kesayangan dapat meruntuhkan pertahanan jiwa yang telah rapuh pada lansia. Hal tersebut dapat memicu terjadinya gangguan fisik dan kesehatan.

3) Depresi

Duka cita yang berlanjut akan menimbulkan perasaan kosong, lalu diikuti dengan keinginan untuk menangis yang berlanjut menjadi suatu episode depresi. Depresi juga dapat disebabkan karena stres lingkungan dan menurunnya kemampuan adaptasi.

4) Gangguan cemas

Dibagi dalam beberapa golongan: fobia, panik, gangguan cemas umum, gangguan stress setelah trauma dan gangguan obsesif kompulsif, gangguangangguan tersebut merupakan kelanjutan dari dewasa muda dan berhubungan dengan sekunder akibat penyakit medis, depresi, efek samping obat, atau gejala penghentian mendadak dari suatu obat.

5) Parafrenia

Suatu bentuk skizofrenia pada lansia, ditandai dengan waham (curiga), lansia sering merasa tetangganya mencuri barang-barangnya atau berniat membunuhnya. Biasanya terjadi pada lansia yang terisolasi/diisolasi atau menarik diri dari kegiatan sosial.

6) Sindroma Diogenes

Suatu kelainan dimana lansia menunjukkan penampilan perilaku sangat mengganggu. Rumah atau kamar kotor dan bau karena lansia bermain-main dengan feses dan urin nya, sering menumpuk barang dengan tidak teratur. Walaupun telah dibersihkan, keadaan tersebut dapat terulang kembali.

Perubahan Fisik Pada Lansia

Menurut Nugroho (2000) Perubahan Fisik pada lansia sebagai berikut"

1. Sel

Jumlahnya menjadi sedikit, ukurannya lebih besar, berkurangnya cairan intra seluler, menurunnya proporsi protein di otak, otot, ginjal, dan hati, jumlah sel otak menurun, terganggunya mekanisme perbaikan sel.

2. Sistem Persyarafan

Respon menjadi lambat dan hubungan antara persyarafan menurun, berat otak menurun 10-20%, mengecilnya syaraf panca indra sehingga mengakibatkan berkurangnya respon penglihatan dan pendengaran, mengecilnya syaraf penciuman dan perasa, lebih sensitive terhadap suhu, ketahanan tubuh terhadap dingin rendah, kurang sensitive terhadap sentuhan.

3. Sistem Penglihatan

Menurun lapang pandang dan daya akomodasi mata, lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa) menjadi katarak, pupil timbul sklerosis, daya membedakan warna menurun.

4. Sistem Pendengaran

Hilangnya atau turunnya daya pendengaran, terutama pada bunyi suara atau nada yang tinggi, suara tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas umur 65 tahun, membran timpani menjadi atrofi menyebabkan otosklerosis.

5. Sistem Kardiovaskuler

Katup jantung menebal dan menjadi kaku karena kemampuan jantung menurun 1% setiap tahun sesudah kita berumur 20 tahun, sehingga pembuluh darah kehilangan sensitivitas dan elastisitas pembuluh darah. Berkurangnya efektivitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi, misalnya perubahan posisi dari tidur ke duduk atau duduk ke berdiri bisa menyebabkan tekanan darah menurun
menjadi 65 mmHg dan tekanan darah meninggi, karena meningkatnya resistensi dari pembuluh darah perifer.

6. Sistem pengaturan temperatur tubuh

Pengaturan suhu hipotalamus yang dianggap bekerja sebagai suatu thermostat (menetapkan suatu suhu tertentu). Kemunduran terjadi karena beberapa faktor yang mempengaruhi yang sering ditemukan adalah temperatur tubuh menurun, keterbatasan reflek menggigil dan tidak dapat memproduksi panas yang banyak sehingga terjadi aktivitas otot rendah.

7. Sistem Respirasi

Paru-paru kehilangan elastisitas, sehingga kapasitas residu meningkat, mengakibatkan menarik nafas lebih berat, kapasitas pernafasan maksimum menurun dan kedalaman nafas menurun pula. Selain itu, kemampuan batuk menurun (menurunnya aktivitas silia), O2 arteri menurun menjadi 75 mmHg, dan CO2 arteri tidak berganti.

8. Sistem Gastrointestinal

Banyak gigi yang tanggal, sensitifitas indra pengecap menurun, pelebaran esophagus, rasa lapar menurun, asam lambung menurun, waktu pengosongan menurun, peristaltik lemah, dan sering timbul konstipasi, fungsi absorbsi menurun.

9. Sistem urinaria

Otot-otot pada vesika urinaria melemah dan kapasitasnya menurun sampai 200 mg, frekuensi BAK meningkat, pada wanita sering terjadi atrofi vulva, selaput lendir mengering, elastisitas jaringan menurun dan disertai penurunan frekuensi seksual intercrouse berefek pada seks sekunder.

10. Sistem Endokrin

Produksi hampir semua hormon menurun (ACTH, TSH, FSH, LH), penurunan sekresi hormon kelamin misalnya: estrogen, progesterone, dan testosteron.

11. Sistem Kulit

Kulit menjadi keriput dan mengkerut karena kehilangan proses keratinisasi dan kehilangan jaringan lemak, berkurangnya elastisitas akibat penurunan cairan dan vaskularisasi, kuku jari menjadi keras dan rapuh, kelenjar keringat berkurang jumlah dan fungsinya, perubahan pada bentuk sel epidermis.

12. Sistem Muskuloskeletal

Tulang kehilangan cairan dan rapuh, kifosis, penipisan dan pemendekan tulang, persendian membesar dan kaku, tendon mengkerut dan mengalami sclerosis, atropi serabut otot sehingga gerakan menjadi lamban, otot mudah kram dan tremor.

Perubahan Psikososial pada lansia

1. Penurunan Kondisi Fisik

Setelah orang memasuki masa lansia umumnya mulai dihinggapi adanya kondisi fisik yang bersifat patologis berganda (multiple pathology), misalnya tenaga berkurang, energi menurun, kulit makin keriput, gigi makin rontok, tulang semakin rapuh, dsb.

Secara umum kondisi fisik seseorang yang sudah memasuki masa lansia mengalami penurunan secara berlipat ganda. Hal ini semua dapat menimbulkan gangguan atau kelainan fungsi fisik, psikologik maupun sosial, yang selanjutnya dapat menyebabkan suatu keadaan ketergantungan kepada orang lain.

Lansia agar dapat menjaga kondisi fisik yang sehat, perlu menyelaraskan kebutuhan-kebutuhan fisik dengan kondisi psikologik maupun sosial, dengan cara mengurangi kegiatan yang bersifat melelahkan secara fisik. Seorang lansia harus mampu mengatur cara hidupnya dengan baik, misalnya makan, tidur, istirahat dan bekerja secara seimbang.

2. Penurunan Fungsi dan Potensi Seksual

Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lansia sering kali berhubungan dengan berbagai gangguan fisik seperti: Gangguan jantung, gangguan metabolism (diabetes millitus, vaginitis), baru selesai operasi: prostatektomi), kekurangan gizi, karena pencernaan kurang sempurna atau nafsu makan sangat kurang, penggunaan obat-obat tertentu, seperti antihipertensi, golongan steroid, tranquilizer.

Faktor psikologis yang menyertai lansia antara lain :
  • Rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan seksual
  • Sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta diperkuat oleh tradisi dan budaya.
  • Kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam kehidupan.
  • Pasangan hidup telah meninggal.
  • Disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah kesehatan jiwa lainnya misalnya cemas, depresi, pikun dsb.

3. Perubahan Aspek Psikososial

Pada umumnya setelah seorang lansia mengalami penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi makin lambat.

Sementara fungsi psikomotorik (konatif) meliputi hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi, yang berakibat bahwa lansia menjadi kurang cekatan.

Penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga mengalami perubahan aspek psikososial yang berkaitan dengan keadaan kepribadian lansia.

Beberapa perubahan tersebut dapat dibedakan berdasarkan 5 tipe kepribadian lansia sebagai berikut :
  • Tipe Kepribadian Konstruktif (Construction personality), biasanya tipe ini tidak banyak mengalami gejolak, tenang dan mantap sampai sangat tua.
  • Tipe Kepribadian Mandiri (Independent personality), pada tipe ini ada kecenderungan mengalami post power sindrome, apalagi jika pada masa lansia tidak diisi dengan kegiatan yang dapat memberikan otonomi pada dirinya.
  • Tipe Kepribadian Tergantung (Dependent personality), pada tipe ini biasanya sangat dipengaruhi oleh kehidupan keluarga, apabila kehidupan keluarga selalu harmonis maka pada masa lansia tidak bergejolak, tetapi jika pasangan hidup meninggal maka pasangan yang ditinggalkan akan menjadi merana, apalagi jika tidak segera bangkit dari kedukaannya.
  • Tipe Kepribadian Bermusuhan (Hostility personality), pada tipe ini setelah memasuki lansia tetap merasa tidak puas dengan kehidupannya, banyak keinginan yang kadangkadang tidak diperhitungkan secara seksama sehingga menyebabkan kondisi ekonominya menjadi morat-marit.
  • Tipe Kepribadian Kritik Diri (Self hate personality), pada lansia tipe ini umumnya terlihat sengsara, karena perilakunya sendiri sulit dibantu orang lain atau cenderung membuat susah dirinya.

4. Perubahan yang Berkaitan Dengan Pekerjaan

Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun tujuan ideal pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau jaminan hari tua, namun dalam kenyataannya sering diartikan sebaliknya, karena pensiun sering diartikan sebagai kehilangan penghasilan, kedudukan, jabatan, peran, kegiatan, status dan harga diri.

Reaksi setelah orang memasuki masa pensiun lebih tergantung dari model kepribadiannya seperti
yang telah diuraikan pada point tiga di atas. Kenyataan ada menerima, ada yang takut kehilangan, ada yang merasa senang memiliki jaminan hari tua dan ada juga yang seolah-olah acuh terhadap pensiun (pasrah).

Masing-masing sikap tersebut sebenarnya punya dampak bagi masing-masing individu, baik positif maupun negatif. Dampak positif lebih menenteramkan diri lansia dan dampak negatif akan mengganggu kesejahteraan hidup lansia. Agar pensiun lebih berdampak positif sebaiknya ada masa persiapan pensiun yang benar-benar diisi dengan kegiatan-kegiatan untuk mempersiapkan diri, bukan hanya diberi waktu untuk masuk kerja atau tidak dengan memperoleh gaji penuh.

Persiapan tersebut dilakukan secara berencana, terorganisasi dan terarah bagi masing-masing orang yang akan pensiun. Jika perlu dilakukan assessment untuk menentukan arah minatnya agar tetap memiliki kegiatan yang jelas dan positif. Untuk merencanakan kegiatan setelah pensiun dan memasuki masa lansia dapat dilakukan pelatihan yang sifatnya memantapkan arah minatnya masing-masing. Misalnya cara berwiraswasta, cara membuka usaha sendiri yang sangat banyak jenis dan macamnya.

5. Perubahan Dalam Peran Sosial di Masyarakat

Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan, gerak fisik dan sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada lansia. Misalnya badannya menjadi bungkuk, pendengaran sangat berkurang, penglihatan kabur dan sebagainya sehingga sering menimbulkan keterasingan.

Hal itu sebaiknya dicegah dengan selalu mengajak mereka melakukan aktivitas, selama yang bersangkutan masih sanggup, agar tidak merasa terasing atau diasingkan. Karena jika keterasingan terjadi akan semakin menolak untuk berkomunikasi dengan orang lain dan kadang-kadang terus muncul perilaku regresi seperti mudah menangis, mengurung diri, mengumpulkan barang-barang tak
berguna serta merengek-rengek dan menangis bila ketemu orang lain sehingga perilakunya
seperti anak kecil.

Menghadapi berbagai permasalahan di atas pada umumnya lansia yang memiliki keluarga masih sangat beruntung karena anggota keluarga seperti anak, cucu, cicit, sanak saudara bahkan kerabat umumnya ikut membantu memelihara (care) dengan penuh kesabaran dan pengorbanan.

Namun bagi lansia yang tidak punya keluarga atau sanak saudara karena hidup membujang, atau punya pasangan hidup namun tidak punya anak dan pasangannya sudah meninggal, apalagi hidup sendiri di perantauan, seringkali menjadi terlantar.

Daftar Pustaka
  • Azizah & Lilik Ma’rifatul, (2011). Keperawatan Lanjut Usia. Edisi 1. Yogyakarta : Graha Ilmu
  • Darmojo RB, Mariono, HH (2004). Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Edisi ke-3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
  • Depkes RI (2005). Pedoman pembinaan Kesehatan Lanjut Usia. Jakarta
  • Kemenkes RI (2014).Situasi dan Analisis Lanjut Usia. Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI. Jakarta
  • Nugroho, Wahjudi. (2000). Keperawatan Gerontik. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
  • Reni Yuli Aspiani. (2014). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Aplikasi : NANDA, NIC, NOC, Jilid 1, Jakarta
  • Sarif La Ode (2012). Asuhan Keperawatan Gerontik Berstandar Nanda, NIC, NOC, Dilengkapi dengan Teori dan Contoh Kasus Askep. Jakarta: Nuha Medika
  • Stanley, M & Beare, P.G. (2007). Buku Ajar Keperawatan Gerontik Ed.2.Jakarta: EGC
  • Tantut Susanto. (2013). Keperawatan Gerontik. Digital Repository. Universitas Jember.
  • Undang-Undang No 13 (1998). UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1998 TENTANG KESEJAHTERAAN LANJUT USIA.