Widget HTML #1

4 Teknik Pemeriksaan Fisik IPPA yang Benar


Persiapan dalam Pemeriksaan Fisik

  • Alat ⇒ Meteran/met line, Timbangan Berat Badan, Penlight, Steteskop, Tensimeter/ Sphigmomanometer, Thermometer, Arloji/stopwatch, Refleks Hammer, Otoskop, sarung tangan/handschoon bersih (jika perlu), tissue, buku catatan perawat. Alat diletakkan di dekat tempat tidur klien yang akan diperiksa, susun serapi mungkin, dan letakkan alat yang mau dipakai terlebih dahulu paling dekat dengan anda.
  • Lingkungan ⇒ Pastikan ruangan dalam keadaan nyaman, hangat, cukup penerangan dan tertutup. Misalnya menutup pintu/jendela atau skerem untuk menjaga privasi klien.
  • Klien (fisik dan fisiologis) ⇒ Bantu klien mengenakan baju periksa jika ada dan anjurkan klien untuk rileks.

4 Teknik Pemeriksaan Fisik

Teknik pemeriksaan fisik yang kita gunakan ada 4 besar, yaitu: inspeksi (periksa pandang), palpasi (periksa raba), perkusi (periksa ketuk), auskultasi (periksa dengar).

Inspeksi

Merupakan metode pemeriksaan pasien dengan melihat langsung seluruh tubuh pasien atau hanya bagian tertentu yang diperlukan. Metode ini berupaya melihat kondisi klien dengan menggunakan “sense of sign” baik melalui mata telanjang atau alat bantu penerangan (lampu).

Inspeksi adalah kegiatan aktif, proses ketika perawat harus mengetahui apa yang dilihatnya dan di mana lokasinya. Metode inspeksi ini digunakan untuk mengkaji warna kulit, bentuk, posisi, ukuran dan lainnya dari tubuh pasien.

Pemeriksa menggunakan indera penglihatan berkonsentrasi untuk melihat pasien secara seksama, setiap sistem dan tidak terburu-buru sejak pertama bertemu dengan cara memperoleh riwayat pasien dan terutama sepanjang pemeriksaan fisik dilakukan. Inspeksi juga menggunakan indera pendengaran dan penciuman untuk mengetahui lebih lanjut, lebih jelas dan lebih memvalidasi apa yang dilihat oleh mata dan dikaitkan dengan suara atau bau dari pasien.

Pemeriksa kemudian akan mengumpulkan dan menggolongkan informasi yang diterima oleh semua indera tersebut yang akan membantu dalam membuat keputusan diagnosa keperawatan dan selanjutnya bisa membuat intervensi keperawatan, kemudian seterusnya sesuai dengan langkah-langkah proses keperawatan serta bisa membantu penentuan terapi (dokter).

Cara pemeriksaan fisik inspeksi:
  1. Posisi pasien dapat tidur, duduk atau berdiri
  2. Bagian tubuh yang diperiksa harus terbuka (diupayakan pasien membuka sendiri pakaiannya. Sebaiknya pakaian tidak dibuka sekaligus, namun dibuka seperlunya untuk pemeriksaan sedangkan bagian lain ditutupi selimut).
  3. Bandingkan bagian tubuh yang berlawanan (kesimetrisan) dan abnormalitas. Contoh : mata kuning (ikterus), terdapat struma di leher, kulit kebiruan (sianosis), dan lain-lain.
  4. Catat hasilnya.

Palpasi

Merupakan metode pemeriksaan pasien dengan menggunakan “sense of touch”. Palpasi adalah suatu tindakan pemeriksaan yang dilakukan dengan perabaan dan penekanan bagian tubuh dengan menggunakan jari atau tangan.

Tangan dan jari-jari adalah instrumen yang sensitif digunakan untuk mengumpulkan data, misalnya metode palpasi ini dapat digunakan untuk mendeteksi suhu tubuh (temperatur), adanya getaran, pergerakan, bentuk, kosistensi dan ukuran. Rasa nyeri tekan dan kelainan dari jaringan/organ tubuh.

Teknik palpasi dibagi menjadi dua:
  1. Palpasi Ringan
    • Caranya: ujung-ujung jari pada satu/dua tangan digunakan secara simultan. Tangan diletakkan pada area yang dipalpasi, jari-jari ditekan ke bawah perlahan-lahan sampai ada hasil yang diharapkan.
  2. Palpasi dalam (bimanual)
    • Caranya: misalnya untuk merasakan isi abdomen, dilakukan dua tangan. Satu tangan untuk merasakan bagian yang dipalpasi, tangan lainnya untuk menekan ke bawah. Dengan posisi rileks, jari-jari tangan kedua diletakkan melekat pada jari-jari pertama.

Cara pemeriksaan:
  1. Posisi pasien bisa tidur, duduk atau berdiri.
  2. Pastikan pasien dalam keadaan rileks dengan posisi yang nyaman.
  3. Kuku jari-jari pemeriksa harus pendek, tangan hangat dan kering.
  4. Minta pasien untuk menarik napas dalam agar meningkatkan relaksasi otot.
  5. Lakukan palpasi dengan sentuhan perlahan-lahan dengan tekanan ringan.
  6. Palpasi daerah yang dicurigai, adanya nyeri tekan menandakan kelainan.
  7. Lakukan palpasi secara hati-hati apabila diduga adanya fraktur tulang.
  8. Hindari tekanan yang berlebihan pada pembuluh darah.
  9. Rasakan dengan seksama kelainan organ/jaringan, adanya nodul, tumor bergerak/tidak dengan konsistensi padat/kenyal, bersifat kasar/lembut, ukurannya dan ada/tidaknya getaran/ trill, serta rasa nyeri raba/tekan.
  10. Catatlah hasil pemeriksaan yang didapat.

Perkusi

Perkusi adalah suatu tindakan pemeriksaan dengan memukul/mengetuk untuk mendengarkan bunyi getaran/ gelombang suara yang dihantarkan ke permukaan tubuh dari bagian tubuh yang diperiksa. Pemeriksaan dilakukan dengan ketokan jari atau tangan pada permukaan tubuh. Perjalanan getaran/ gelombang suara tergantung oleh kepadatan media yang dilalui.

Derajat bunyi disebut dengan resonansi. Karakter bunyi yang dihasilkan dapat menentukan lokasi, ukuran, bentuk, dan kepadatan struktur di bawah kulit. Sifat gelombang suara yaitu semakin banyak jaringan, semakin lemah hantarannya dan udara/ gas paling resonan.

Cara pemeriksaan:
  1. Posisi pasien dapat tidur, duduk atau berdiri tergantung bagian yang akan diperiksa.
  2. Pastikan pasien dalam keadaan rilex.
  3. Minta pasien untuk menarik napas dalam agar meningkatkan relaksasi otot.
  4. Kuku jari-jari pemeriksa harus pendek, tangan hangat dan kering.
  5. Lakukan perkusi secara seksama dan sistematis yaitu dengan:
    • Metode langsung yaitu mengetukkan jari tangan langsung ke bagian tubuh yang akan diperiksa dengan menggunakan 1 atau 2 ujung jari.
    • Metode tidak langsung dengan cara sebagai berikut : Jari tengah tangan kiri di letakkan dengan lembut di atas permukaan tubuh, ujung jari tengah dari tangan kanan, untuk mengetuk persendian, pukulan harus cepat dengan menggunakan kekuatan pergelangan tangan, dan lengan tidak bergerak dan pergelangan tangan rileks, berikan tenaga pukulan yang sama pada setiap area tubuh yang diperiksa.
  6. Bandingkan atau perhatikan bunyi yang dihasilkan oleh perkusi.
    • Bunyi timpani mempunyai intensitas keras, nada tinggi, waktu agak lama dan kualitas seperti drum (lambung).
    • Bunyi resonan mempunyai intensitas menengah, nada rendah, waktu lama, kualitas bergema (paru normal).
    • Bunyi hipersonar mempunyai intensitas amat keras, waktu lebih lama, kualitas ledakan (empisema paru).
    • Bunyi pekak mempunyai intensitas lembut sampai menengah, nada tinggi, waktu agak lama kualitas seperti petir (hati).

Auskultasi

Auskultasi adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara mendengarkan suara yang dihasilkan oleh tubuh. Biasanya menggunakan alat yang disebut dengan stetoskop. Hal-hal yang didengarkan adalah: bunyi jantung, suara nafas, dan bising usus.

Penilaian pemeriksaan auskultasi meliputi:
  • Frekuensi yaitu menghitung jumlah getaran per menit.
  • Durasi yaitu lama bunyi yang terdengar.
  • Intensitas bunyi yaitu ukuran kuat/ lemahnya suara.
  • Kualitas yaitu warna nada/ variasi suara.

Auskultasi Bunyi jantung

Waktu mendengar, pemeriksa harus memusatkan pikiran pada sifat, karakteristik dan intensitas bunyi jantung. Penilaian dilakukan berurutan dan sendiri-sendiri mulai dari bunyi jantung I, bunyi jantung II, sistole dan diastole. Yang digolongkan dalam bunyi jantung ialah: Bunyi-bunyi jantung I, II, III, IV, Opening snap, irama derap, dan klik.

Bunyi jantung I, II merupakan bunyi jantung normal. Bunyi jantung III juga normal bila terdengar sampai umur 20 tahunan. Bunyi jantung IV, opening snap, irama derap dan klik ditemukan sebagai keadaan yang patologik. Pada kasus-kasus patologik tertentu dapat pula terdengar kelainan bunyi jantung I, II, III.

Bunyi jantung dapat didengar dengan menempatkan telinga langsung di atas dada penderita. Dengan stetoskop, auskultasi mudah, sopan dan bunyi terdengar lebih keras. Stetoskop untuk orang dewasa tidak dapat dipakai pada anak. Dianjurkan memakai stetoskop dengan panjang selang sekitar 30 cm dan diameter bagian dalam selang kira-kira 1/8 inci.

Ada 2 macam stetoskop yaitu berbentuk sungkup dan diafragma. Sungkup lebih baik menangkap bunyi dan bising jantung bernada rendah, diafragma untuk bunyi bernada tinggi. Dalam proses auskultasi yang lebih penting dari stetoskop ialah pemeriksa. Ia harus mengetahui fisiologi dan patofisiologi kardiovaskuler sehingga dapat menentukan di mana mendengar dan bagaimana menginterpretasi bunyi dan bising jantung.

Tempat-tempat di permukaan dada dengan intensitas, bunyi jantung paling kuat tidak selalu sesuai dengan lokasi anatomik katup-katup. Daerah katup mitral, lokalisasinya pada sela iga V kiri, katup pulmonal pada sela iga II kiri. Daerah katup aorta di sela iga II kanan dan katup trikuspid pada peralihan korpus sterni ke processus xiphoideus.

Auskultasi Suara Nafas

Suara tidak normal yang dapat diauskultasi pada nafas adalah :
  1. Rales: suara yang dihasilkan dari eksudat lengket saat saluran-saluran halus pernafasan mengembang pada inspirasi (rales halus, sedang, kasar). Misalnya pada klien pneumonia, TBC.
  2. Ronchi: nada rendah dan sangat kasar terdengar baik saat inspirasi maupun saat ekspirasi. Ciri khas ronchi adalah akan hilang bila klien batuk. Misalnya pada edema paru.
  3. Wheezing: bunyi yang terdengar “ngiii….k”. bisa dijumpai pada fase inspirasi maupun ekspirasi. Misalnya pada bronchitis akut, asma.
  4. Pleura Friction Rub; bunyi yang terdengar “kering” seperti suara gosokan amplas pada kayu. Misalnya pada klien dengan peradangan pleura.

Cara pemeriksaan auskultasi suara nafas
  1. Posisi pasien dapat tidur, duduk atau berdiri tergantung bagian yang diperiksa dan bagian tubuh yang diperiksa harus terbuka.
  2. Pastikan pasien dalam keadaan rilek dengan posisi yang nyaman.
  3. Pastikan stetoskop sudah terpasang baik dan tidak bocor antara bagian kepala, selang dan telinga.
  4. Pasanglah ujung stetoskop bagian telinga ke lubang telinga pemeriksa sesuai arah (harus tepat untuk telinga kanan dan kiri), untuk menghasilkan hasil pemeriksaan yang baik.
  5. Hangatkan dulu kepala stetoskop dengan cara menempelkan pada telapak tangan pemeriksa.
  6. Tempelkan kepala stetoskop pada bagian tubuh pasien yang akan diperiksa.
  7. Gunakanlah bel stetoskop untuk mendengarkan bunyi bernada rendah pada tekanan ringan yaitu pada bunyi jantung dan vaskuler dan gunakan diafragma untuk bunyi bernada tinggi seperti bunyi usus dan paru.

Auskultasi Bising Usus

Untuk mendengarkan bising usus, auskultasi dilakukan pada keempat kuadran abdomen. Dengarkan peristaltik ususnya selama satu menit penuh. Bising usus normalnya 5- 30 kali/menit. Jika kurang dari itu atau tidak ada sama sekali kemungkinan ada peristaltik ileus, konstipasi, peritonitis, atau obstruksi. Jika peristaltik usus terdengar lebih dari normal kemungkinan klien sedang mengalami diare.

Dalam melakukan pemeriksaan fisik, ada dua prinsip yang harus kita perhatikan, yaitu:
  1. Kontrol infeksi, meliputi mencuci tangan, memasang sarung tangan steril, memasang masker, dan membantu klien mengenakan baju periksa jika ada. Karena pada era sekarang penyakit infeksi juga semakin banyak, maka kita harus bisa membatasi penyebarannya dengan melakukan kontrol infeksi ini.
  2. Kontrol lingkungan yaitu memastikan ruangan dalam keadaan nyaman, hangat, dan cukup penerangan untuk melakukan pemeriksaan fisik baik bagi klien maupun bagi pemeriksa itu sendiri. Misalnya: menutup pintu/jendala atau skerem untuk menjaga privacy klien, komunikasi (penjelasan prosedur), privacy dan kenyamanan klien, sistematis dan konsisten (head to toe, dari eksternal ke internal, dari normal ke abnormal), berada di sisi kanan klien (bila memungkinkan), efisiensi, dan dokumentasi.

Sebelum melakukan pemeriksaan, kita harus menyiapkan alat-alat yang kita perlukan dan ditata yang rapi di di dekat kita di tempat yang memudahkan kita bekerja.

Setelah alat-alat didekatkan ke tempat periksa kita mulai melakukan prosedur dengan mencuci tangan, jelaskan prosedur pemeriksaan, pakai sarung tangan/handschoen bila diperlukan, baru kita mulai melakukan pemeriksaan dari kepala sampai dengan kaki. Harus diingat bahwa posisi klien pada waktu kita melakukan pemeriksaan bisa duduk/berbaring.