Widget HTML #1

Konsep Dasar Eliminasi Fekal [Bowel]

PENGERTIAN ELIMINASI BOWEL

Eliminasi bowel/fekal/Buang Air Besar (BAB) atau disebut juga defekasi merupakan proses normal tubuh yang penting bagi kesehatan untuk mengeluarkan sampah dari tubuh.

Sampah yang dikeluarkan ini disebut feces atau stool. Eliminasi produk sisa pencernaan yang teratur, hal ini penting untuk normal tubuh. Fungsi usus tergantung pada keseimbangan beberapa faktor, pola dan kebiasaan eliminasi.

Eliminasi bowel merupakan salah satu bentuk aktivitas yang harus dilakukan oleh manusia Seseorang dapat melakukan buang air besar sangatlah bersifat individual ada yang satu kali atau lebih dalam satu hari, bahkan ada yang mengalami gangguan yaitu hanya 3-4 kali dalam satu minggu atau beberapa kali dalam sehari, perubahan eliminasi fekal dapat menyebabkan masalah gastrointestinal dan sistem tubuh lain, hal ini apabila dibiarkan dapat menjadi masalah seperti konstipasi, fecal imfaction , hemoroid dan lain-lain.

Peran perawat sangat penting untuk memahami eliminasi normal, faktor yang meningkatkan dan menghambat, dan membantu mencegah terjadinya gangguan eliminasi fekal, Tindakan yang dilakukan perawat dalam upaya meningkatkan eliminasi normal dan membantu klien dengan segera untuk memenuhi kebutuhan eliminasi dengan meminimalkan rasa ketidaknyamanan.

ANATOMI DAN FISIOLOGI


Saluran pencernaan terdiri dari dua bagian, yaitu bagian atas terdiri dari mulut, esophagus dan lambung dan bagian bawah terdiri dari usus halus dan besar. Agar lebih jelas bagi peserta didik ikutilah uraian tentang saluran bagian atas dan bawah berikut ini.
  1. Saluran gastrointestinal bagian atas terdiri mulut, esophagus & lambung. Makanan yang masuk ke mulut kita dicerna secara mekanik dan kimia, dengan bantuan gigi untuk mengunyah dan memecah makanan. Saliva mencairkan dan melunakkan bolus makanan sehingga mudah masuk esofagus menuju pada lambung. Dalam lambung makanan disimpan sementara, lambung melakukan ekskresi asam hidroklorida (HCL), lendir, enzim pepsin dan faktor intrinsik. HCL mempengaruhi keasaman lambung dan keseimbangan asam-basa tubuh. Lendir melindungi mukosa dari keasaman, aktivitas enzim dan membantu mengubah makanan menjadi semi cair yang disebut kimus (cbyme), lalu didorong ke usus halus.
  2. Saluran gastrointestinal bagian bawah terdiri dari usus halus dan besar.
  3. Saluran gastrointestinal atas meliputi, usus halus terdiri dari duodenum, jejenun, ileum, dengan diameter 2.5 cm dan panjang 6 m. Kimus bercampur dengan empedu dan amilase. Kebanyakan nutrisi dan elektrolit diabsorbsi duodenum dan jejunum, sedang ileum mengabsorbsi vitamin, zat besi dan garam empedu. Fungsi eleum terganggu maka proses pencernaan mengalami perubahan. Usus besar panjangnya 1.5 m merupakan organ utama dalam eleminasi fekal terdiri cecum,colon dan rectum. Kimus yang tidak diabsorpsi masuk sekum melalui katub ileosekal yang fungsinya katub ini untuk regurgitasi dan kembalinya isi kolon ke usus halus. Kolon mengabsorpsi air. nutrient, elektrolit, proteksi, sekresi dan eliminasi, sedangkan perubahan fungsi kolon bisa diare dan kontraksi lambat. Gerakan peristaltik 3-4 kl/hr dan paling kuat setelah makan. Rectum bagian akhir pada saluran pencernaan. Panjangnya bayi 2.5 cm, anak 7.5-10 cm, dewasa 15 – 20 cm, rektum tidak berisi feses sampai defekasi. Rektum dibangun lipatan jaringan berisi sebuah arteri dan vena, bila vena distensi akibat tekanan selama mengedan bisa terbentuk hemoroid yang menyebabkan defekasi terasa nyeri.
  4. Usus sendiri mensekresi mucus, potassium, bikarbonat dan enzim, sekresi musin (ion karbonat) yang pengeluarannya dirangsang oleh nervus parasimpatis.
  5. Cbyme bergerak karena adanya peristaltik usus dan akan berkumpul menjadi feses di usus besar. Gas yang dihasilkan dalam proses pencernaan normalnya 400-700 ml/24 jam. Feses terdiri atas 75% air dan 25% padat, bakteri yang umumnya sudah mati, lepasan epithelium dari usus, sejumlah kecil zat nitrogen.

Jadi makanan sampai mencapai rectum normalnya diperlukan waktu 12 – 20 jam, isinya menjadi makin lunak bahkan bila terlalu lama maka akan semakin padat karena air diabsorpsi apabila tidak segera dikeluarkan. Pada keadaan infeksi, reseksi bedah atau obstruksi dapat mengganggu peristaltik absorpsi berkurang dan aliran kimus terhambat. Saat emosi sekresi mucus akan meningkat berfungsi melindungi dinding usus dari aktivitas bakteri, bila hal ini berlebihan akan meningkatkan peristaltik berdampak pada penyerapan feses yang cepat sehingga feses menjadi encer, diare, absorpsi berkurang dan flatus.

Kesimpulan bahwa dorongan feses juga dipengaruhi oleh kontraksi abdomen, tekanan diafragma, dan kontraksi otot elevator. Defekasi dipermudah oleh fleksi otot femur dan posisi jongkok.

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ELiMINASI FEKAL

1. Usia
Pada bayi sampai 2-3 tahun, lambung kecil, enzim kurang, peristaltic usus cepat, neuromuskuler belum berkembang normal sehingga mereka belum mampu mengontrol buang air besar (diare/ inkontinensia). Pada usia lanjut, sistem GI sering mengalami perubahan sehingga merusak proses pencernaan dan eliminasi (Lueckenotte, 1994).

Perubahan yang terjadi yaitu gigi berkurang, enzim di saliva dan lambung berkurang, peristaltik dan tonus abdomen berkurang, serta melambatnya impuls saraf. Hal tersebut menyebabkan lansia berisiko mengalami konstipasi. Lansia yang dirawat di rumah sakit berisiko mengalami perubahan fungsi usus, dalam suatu penelitian ditemukan bahwa 91% insiden diare atau konstipasi dari 33 populasi, dengan usia rata-rata 76 tahun (Ross,1990).

2. Diet
Asupan makanan setiap hari secara teratur membantu mempertahankan pola peristaltik yang teratur dalam kolon, sedangkan makanan berserat, berselulosa dan banyaknya makanan penting untuk mendukung volume fekal. Makan tinggi serat seperti buah apel, jeruk ,sayur kangkung, bayam, mentimun, gandum, dan lain-lain.

Contoh bila makanan yang kita makan rendah serat menyebabkan peristaltik lambat, sehingga terjadi peningkatan penyerapan air di usus, hal ini berakibat seseorang mengalami konstipasi. Demikian juga seseorang dengan diet yang tidak teratur akan mengganggu pola defekasi dan makanan yang mengandung gas: bawang, kembang kol, dan kacang-kacangan. Laktosa, suatu bentuk karbohidrat sederhana yang ditemukan dalam susu: sulit dicerna bagi sebagian orang, hal ini disebabkan intoleransi laktose yang bisa mengakibatkan diare, distensi gas, dan kram.

3. Pemasukan Cairan
Asupan cairan yang cukup bisa mengencerkan isi usus dan memudahkannya bergerak melalui kolon. Orang dewasa intake cairan normalnya: 2000-3000 ml/hari(6-8 gelas) . Jika intake cairan tidak adekuat atau pengeluaran yang berlebihan (urin/muntah) tubuh akan kekurangan cairan, sehingga tubuh akan menyerap cairan dari chyme sehingga feces menjadi keras, kering, dan feses sulit melewati pencernaan, hal ini bisa menyebabkan seseorang mengalami konstipasi. Minuman hangat dan jus buah bisa memperlunak feses dan meningkatkan peristaltik.

4. Aktivitas
Seseorang dengan latihan fisik yang baik akan membantu peristaltik meningkat, sementara imobilisasi menekan mortilitas kolon. Ambulasi dini setelah klien menderita sakit dianjurkan untuk meningkatkan dan mempertahankan eliminasi normal. Contoh pada klien dengan keadaan berbaring terus-menerus akan menurunkan peristaltik usus, sehingga terjadi peningkatan penyerapan air, hal ini berdampak pada klien yaitu konstipasi atau fecal imfaction.

Melemaknya otot dasar panggul, abdomen merusak kemampuan tekanan abdomen dan mengontrol sfingter eksterna, sedangkan tonus otot melemah atau hilang akibat penyakit yang lama atau penyakit neurologis merusak transmisi saraf yang menyebabkan gangguan eliminasi

5. Faktor Psikologik
Seseorang cemas, marah yang berlebihan akan meningkatkan peristaltik usus, sehingga seseorang bisa menyebabkan diare. Namun, ada pula seseorang dengan depresi, sistem saraf otonom akan memperlambat impuls saraf dan peristaltik usus menurun yang bisa menyebabkan konstipasi.

6. Kebiasaan Pribadi
Kebanyakan orang merasa lebih mudah dan nyaman defekasi di kamar mandi sendiri. Kebiasaan seseorang dengan melatih pola buang air besar (BAB) sejak kecil secara teratur maka sesorang tersebut akan secara teratur pola defikasinya atau sebaliknya. Individu yang sibuk, higiene toilet buruk, bentuk dan penggunaan toilet bersama-sama, klien di RS dengan penggunaan pispot, privasi kurang dan kondisi yang tidak sesuai, hal ini dapat mengganggu kebiasaan dan perubahan eliminasi yang dapat memulai siklus rasa tidak nyaman yang hebat. Refleks gastrokolik adalah refleks yang paling mudah distimulasi untukm nimbulkan defekasi setelah sarapan.

7. Posisi Selama Defekasi
Kebiasaan seseorang defekasi dengan posisi jongkok memungkinkan tekanan intra abdomen dan otot pahanya, sehingga memudahkan seseorang defekasi, pada kondisi berbeda atau sakit maka seseorang tidak mampu melakukannya, hal ini akan mempengaruhi kebiasaan seseorang menahan BAB sehingga bisa menyebabkan konstipasi atau fecal imfaction. Klien imobilisasi di tempat tidur, posisi terlentang, defekasi seringkali dirasakan sulit. Membantu klien ke posisi duduk pada pispot akan meningkatkan kemampuan defekasi.

8. Nyeri
Secara normal seseorang defekasi tidak menimbulkan nyeri. Contoh seseorang dengan pengalaman nyeri waktu BAB seperti adanya hemoroid, fraktur ospubis, episiotomy akan mengurangi keinginan untuk BAB guna menghindari rasa nyeri yang akan timbul. Lama kelamaan, kondisi ini bisa menyebabkan seseorang akhirnya terjadi konstipasi

9. Kehamilan
Seiring bertambahnya usia kehamilan dan ukuran fetus , tekanan diberikan pada rektum, hal ini bisa menyebabkan obstruksi sementara yang mengganggu pengeluaran feses. Konstipasi adalah masalah umum yang terjadi pada trimester terakhir, sehingga wanita sering mengedan selama defekasi yang dapat menyebabkan terbentuknya hemoroid yang permanen.

10. Prosedur Diagnostik
Klien yang akan dilakukan prosedur diagnostic biasanya dipuasakan atau dilakukan klisma dahulu agar tidak dapat BAB kecuali setelah makan. Tindakan ini dapat mengganggu pola eliminasi sampai klien dapat makanan secara normal. Prosedur pemeriksaan dengan menggunakan barium enema atau endoskopi, biasanya menerima katartik dan enema. Barium mengeras jika dibiarkan di saluran GI, hal ini bisa menyebabkan feses mengeras dan terjadi konstipasi atau fecal imfaction. Klien harus menerima katartik untuk meningkatkan eliminasi barium setelah prosedur dilakukan, bila mengalami kegagalan pengeluaran semua bariun maka klien perlu dibersihkan dengan menggunakan enema.

11. Operasi dan Anastesi
Pemberian agens anastesi yang dihirup saat pembedahan akan menghambat impuls saraf parasimpatis ke otot usus, sehingga akan dapat menghentikan sementara waktu pergerakan usus (ileus paralitik). Kondisi ini dapat berlangsung selama 24 – 48 jam. Apabila klien tetap tidak aktif atau tidak dapat makan setelah pembedahan, kembalinya fungsi usus normal dapat terhambat lebih lanjut. Klien dengan anestesi lokal atau regional berisiko lebih kecil mengalami perubahan eliminasi.

12. Obat-obatan
Seseorang menggunakan laksatif dan katartik dapat melunakkan feses dan meningkatkan peristaltik, akan tetapi jika digunakan dalam waktu lama akan menyebabkan penurunan tonus usus sehingga kurang responsisif lagi untuk menstimulasi eliminasi fekal.

Penggunaan laksatif berlebihan dapat menyebabkan diare berat yang berakibat dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Minyak mineral untuk laksatif, bisa menurunkan obsorpsi vitamin yang larut dalam lemak dan kemanjuran kerja obat dalam GI.Obat-obatan seperti disiklomin HCL (Bentyl) menekan gerakan peristaltik dan mengobati diare. Seseorang dengan mengkonsumsi obat analgesik, narkotik, morfin, kodein menekan gerakan peristaltik yang menyebabkan konstipasi.

Obat antikolinergik, seperti atropin, glikopirolat (robinul) bisa menghambat sekresi asam lambung dan menekan motilitas saluran GI bisa menyebabkan konstipasi. Banyak obat antibiotik menyebabkan diare dengan mengganggu flora bakteri normal dalam saluran GI. Bila seseorang diare diberikan obat, kemudian diare semakin parah dan kram abdomen, obat yang diberikan pada klien mungkin perlu diubah.

13. Kondisi Patologi
Pada injuri spinal cord atau kepala dan gangguan mobilisasi, dapat menurunkan stimulasi sensori untuk defekasi. Buruknya fungsi spinal anal menyebabkan inkontinensia.

14. Irritans
Makanan berbumbu atau pedas, toxin bakteri atau racun dapat mengiritasi usus dan menyebabkan diare dan banyak flatus. Faktor-faktor yang mempengaruhi defekasi seperti sebagaimana diuraikan di atas, apabila tidak segera dicegah akan mengganggu defikasi klien. Agar lebih jelasnya peserta didik harus mengetahui masalah yang menyebabkan gangguan gangguan eliminasi fekal sehingga bisa mencari penyebabnya sebagai berikut :

MASALAH-MASALAH GANGGUAN ELIMINASI FEKAL

1. Konstipasi
Konstipasi adalah penurunan frekuensi defekasi, yang diikuti oleh pengeluaran feses yang lama atau keras, kering dan disertai upaya mengedan saat defekasi.

Tanyakan pada diri anda sendiri apakah saudara pernah mengalami menurunnya frekuensi BAB hingga beberapa hari, disertai dengan pengeluaran feces yang sulit, keras dan mengedan. Dan dapat menyebabkan nyeri rectum, keadaan ini disebut konstipasi Konstipasi merupakan gejala, bukan merupakan penyakit. Kondisi ini terjadi karena faces berada di intestinal lebih lama, sehingga banyak air diserap. Biasanya disebabkan oleh pola defekasi yang tidak teratur, penggunaan laksatif yang lama, stress psikologis, obat-obatan, kurang aktivitas dan faktor usia.

Setiap individu mempunyai pola defekasi individual yang harus dikaji perawat, tidak setiap orang dewasa memiliki pola defekasi setiap hari (Ebersole dan Hess,1994). Defekasi hanya setiap 4 hari sekali atau lebih dianggap tidak normal (Lueckenotte,1994). Pola defekasi yang biasanya setiap 2-3 hari sekali, tanpa kesulitan, nyeri atau perdarahan dapat dianggap untuk lansia (Ebersole dan Hess,1994; Lueckenotte,1994).

Mengedan selama defekasi menimbulkan masalah pada klien baru pembedahan abdomen, genekologi, rektum hal ini dapat menyebabkan jahitan terpisah sehingga luka terbuka. Klien dengan riwayat kardiovaskuler, glaukoma, dan peningkatan tekanan intrakranial harus mencegah konstipasi dan hindari penggunaan manuver valsalva dengan menghembuskan nafas melalui mulut selama mengedan.

2. Fecal Imfaction
Fecal Impaction atau impaksi feses akibat dari konstipasi yang tidak diatasi. Impaksi adalah kumpulan feses yang mengeras, mengendap di dalam rektum, hal ini tidak dapat dikeluarkan. Feses yang keras di kolon dan lipatan sigmoid yang diakibatkan oleh retensi dan akumulasi material feses yang berkepanjangan.

Klien menderita kelemahan, tidak sadar hal ini paling berisiko mengalami impaksi karena tidak sadar akan kebutuhan defekasi. Biasanya juga disebabkan oleh konstipasi, intake cairan kurang, kurang aktivitas, diet rendah serat dan kelemahan tonus otot. Tanda yang bisa saudara identifikasi adalah: tidak BAB beberapa hari,walaupun ada keinginan untuk defekasi, anoreksia, kembung/kram nyeri rectum. Perawat yang mencurigai klien dengan impaksi, maka perlu melakukan pemeriksaan secara manual dengan memasukan ke dalam rektum dan mempalpasi masa yang terimpaksi.

3. Diare
Diare adalah meningkatnya frekuensi buang air besar dan pengeluaran feses yang cair dan tidak terbentuk (Lueckenotte,1994). Diare adalah gejala gangguan proses pencernaan, absorpsi dan sekresi dalam saluran GI, akibatnya cbyme melewati usus terlalu cepat, sehingga usus besar tidak mempunyai waktu untuk menyerap air.

Diare dapat disebabkan karena stress fisik, obat-obatan, alergi penyakit kolon dan iritasi intestinal. Diare seringkali sulit dikaji pada bayi, seperti bayi menerima susu botol pengeluaran feses pada setiap 2 hari sekali, sementara bayi yang disusui ibunya dapat mengeluarkan feses lunak dalam jumlah kecil 5 – 8 kl/hari.

Akibat pada seseorang diare adalah gangguan elektrolit dan kulit terganggu, terutama pada bayi dan orang tua. Diare secara berulang bisa mengiritasi perineum dan bokong, maka diperlukan perawatan kulit yang cermat untuk mencegah kerusakan kulit dan dibutuhkan drainase feses.

4. Inkontinensia Bowel/Fecal/Alvi
Inkontinensia feses adalah hilangnya kemampuan otot untuk mengontrol pengeluaran feses dan gas dari anus. Kerusakan spinter anus akibat kerusakan fungsi spinter atau persarafan di daerah anus yang menyebabkan inkontinensia. Penyebabnya penyakit neuromuskuler, trauma spinal cord dan tumor spinter anus eksternal, 60% usila inkontinensi.

Inkontinensia dapat membahayakan citra tubuh dan mental klien, maka klien sangat tergantung pada perawat untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Perawat harus mengerti dan sabar meskipun berulang-ulang kali membereskannya. Seperti diare, inkontinensia bisa menyebabkan kerusakan kulit. Jadi perawat harus sering memeriksa perineum dan anus, apakah kering dan bersih.

5. Kembung
Kembung merupakan menumpuknya gas pada lumen intestinal sehingga dinding usus meregang dan distensi, dapat disebabkan karena konstipasi, penggunaan obat-obatan seperti barbiturate, ansietas. Penurunan aktivitas intestinal, makan banyak mengandung gas, pemecahan makanan oleh bakteri-bakteri dan efek anastesi.

6. Hemoroid
Pembengkakan atau pelebaran vena pada dinding rectum (bisa internal dan eksternal) akibat peningkatan tekanan di daerah tersebut Penyebabnya adalah konstipasi kronis, kehamilan, dan obesitas

Jika terjadi inflamasi dan pengerasan, maka klien merasa panas dan rasa gatal. Kadang-kadang BAB dilupakan oleh klien, karena saat BAB menimbulkan nyeri. Akibat lanjutannya adalah konstipasi.