Widget HTML #1

Konsep Dasar Keperawatan Jiwa

Konsep Dasar Keperawatan Jiwa

Untuk menjadi individu yang produktif dan mampu berinteraksi dengan lingkungan sekitar, kita harus memiliki jiwa yang sehat. Individu dikatakan sehat jiwa apabila berada dalam kondisi fisik, mental, dan sosial yang terbebas dari gangguan (penyakit), tidak dalam kondisi tertekan sehingga dapat mengendalikan stres yang timbul. Kondisi ini akan memungkinkan individu untuk hidup produktif, dan mampu melakukan hubungan sosial yang memuaskan.

Dalam melakukan peran dan fungsinya seorang perawat dalam memberikan asuhan keperawatan harus memandang manusia sebagai makhluk biopsikososiospiritual sehingga pemilihan model keperawatan dalam menerapkan asuhan keperawatan sesuai dengan paradigma keperawatan jiwa.

Manusia sebagai makhluk biopsikososiospiritual mengandung pengertian bahwa manusia merupakan makhluk yang utuh dimana didalamnya terdapat unsur biologis, psikologis, sosial, dan spiritual. Sebagai makhluk biologi, manusia tersusun dari berjuta-juta sel-sel hidup yang akan membentuk satu jaringan, selanjutnya jaringan akan bersatu dan membentuk organ serta sistem organ.

Sebagai makhluk psikologi,setiap manusia memiliki kepribadian yang unik serta memiliki struktur kepribadian yang terdiri dari id, ego, dan super ego dilengkapi dengan daya pikir dan kecerdasan, agar menjadi pribadi yang selalu berkembang. Setiap manusia juga memiliki kebutuhan psikologis seperti terhindar dari ketegangan psikologis, kebutuhan akan kemesraan dan cinta, kepuasan alturistik (kepuasan untuk menolong orang lain tanpa mengharapkan imbalan), kehormatan serta kepuasan ego.

Sedangkan sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup sendiri, manusia selalu ingin hidup dengan orang lain dan membutuhkan orang lain. Selain itu manusia juga harus menjalin kerja sama dengan manusia lain untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan hidup. Manusia juga dituntut untuk mampu bertingkah laku sesuai dengan harapan dan norma yang berlaku di lingkungan sosialnya.

Sebagai makhluk spiritual manusia mempunyai keyakinan dan mengakui adanya Tuhan Yang Maha Esa, memiliki pandangan hidup, dorongan hidup yang sejalan, dengan sifat religius yang dianutnya.

A. DEFINISI SEHAT JIWA

Definisi mengenai kesehatan jiwa bisa sangat beragam, para ahli mendefinisikan mengenai sehat jiwa sebagai berikut:

1. Definisi Kesehatan Jiwa Menurut WHO

Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi sejahtera secara fisik, sosial dan mental yang lengkap dan tidak hanya terbebas dari penyakit atau kecacatan. Atau dapat dikatakan bahwa individu dikatakan sehat jiwa apabila berada dalam kondisi fisik, mental dan sosial yang terbebas dari gangguan (penyakit) atau tidak dalam kondisi tertekan sehingga dapat mengendalikan stress yang timbul. Sehingga memungkinkan individu untuk hidup produktif, dan mampu melakukan hubungan sosial yang memuaskan.

2. Definisi Kesehatan Jiwa UU Kesehatan Jiwa No.03 Tahun 1966

Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi mental yang sejahtera sehingga memungkinkan seseorang berkembang secara optimal baik fisik, intelektual dan emosional dan perkembangan tersebut berjalan secara selaras dengan keadaan orang lain sehingga memungkinkan hidup harmonis dan produktif. Coba Anda diskusikan dengan teman Anda adakah carilah definisi lain mengenai sehat jiwa menurut ahli yang lain

B. CIRI-CIRI SEHAT JIWA (MENTAL)

Berikut ini akan dijelaskan ciri sehat jiwa dari menurut beberapa ahli diantaranya menurut:

Ciri-Ciri Sehat Jiwa Menurut Yahoda

Yahoda mencirikan sehat jiwa sebagai berikut:
  • Memiliki sikap positif terhadap diri sendiri
  • Tumbuh, berkembang dan beraktualisasi
  • Menyadari adanya integrasi dan hubungan antara masa lalu dan sekarang
  • Memiliki otonomi dalam pengambilan keputusan dan tidak bergantung pada siapapun
  • Memiliki persepsi sesuai dengan kenyataan
  • Mampu menguasai lingkungan dan beradaptasi

Ciri Sehat Jiwa Menurut WHO (World Health Organisation/Organisasi Kesehatan Dunia)

Pada tahun 1959 dalam sidang di Geneva, WHO telah berhasil merumuskan kriteria sehat jiwa. WHO menyatakan bahwa, seseorang dikatakan mempunyai sehat jiwa, jika memiliki kriteria sebagai berikut:
  1. Individu mampu menyesuaikan diri secara konstruktif pada kenyataan, meskipun kenyataan itu buruk baginya.
  2. Memperoleh kepuasan dari hasil jerih payah usahanya.
  3. Merasa lebih puas memberi dari pada menerima.
  4. Secara relatif bebas dari rasa tegang (stress), cemas dan depresi.
  5. Mampu berhubungan dengan orang lain secara tolong menolong dan saling memuaskan.
  6. Mampu menerima kekecewaan sebagai pelajaran yang akan datang
  7. Mempunyai rasa kasih sayang.

Pada tahun 1984, WHO menambahkan dimensi agama sebagai salah satu dari 4 pilar sehat jiwa yaitu:
  1. Kesehatan secara holistik yaitu sehat secara jasmani/ fisik (biologik);
  2. Sehat secara kejiwaan (psikiatrik/ psikologik);
  3. Sehat secara sosial;
  4. Sehat secara spiritual (kerohanian/ agama).

Berdasarkan keempat dimensi sehat tersebut, the American Psychiatric Association mengadopsi menjadi paradigma pendekatan biopsycho-socio-spiritual. Dimana dalam perkembangan kepribadian seseorang mempunyai 4 dimensi holistik, yaitu agama, organobiologik, psiko-edukatif dan sosial budaya.

Ciri Sehat Jiwa Menurut Maslow

Maslow mengatakan individu yang sehat jiwa memiliki ciri sebagai berikut:
  1. Persepsi Realitas yang akurat
  2. Menerima diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
  3. Spontan.
  4. Sederhana dan wajar.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa seseorang dikatakan sehat jiwa jika:
  1. Nyaman terhadap diri sendiri
    • Mampu mengatasi berbagai perasaan : rasa marah, rasa takut, cemas, iri, rasa bersalah, rasa senang, cinta mencintai, dll.
    • Mampu mengatasi kekecewaaan dalam kehidupan.
    • Mempunyai Harga Diri yang wajar.
    • Menilai diri secara nyata, tidak merendahkan dan tidak pula berlebihan.
    • Merasa puas dengan kehidupan sehari-hari.
  2. Nyaman berhubungan dengan orang lain.
    • Mampu mencintai dan menerima cinta dari orang lain.
    • Mempunyai hubungan pribadi yang tetap.
    • Mampu mempercayai orang lain.
    • Dapat menghargai pendapat orang yang berbeda.
    • Merasa menjadi bagian dari kelompok.
    • Tidak mengakali orang lain, dan tidak memberikan dirinya diakali orang lain.
  3. Mampu memenuhi kebutuhan hidup
    • Menetapkan tujuan hidup yang nyata untuk dirinya.
    • Mampu mengambil keputusan.
    • Menerima tanggung jawab.
    • Merancang masa depan.
    • Menerima ide/pengalaman hidup.
    • Merasa puas dengan pekerjaannya.

C. PARADIGMA KEPERAWATAN JIWA

Tentu Anda bertanya mengapa kita harus mempelajari mengenai paradigma keperawatan? Karena dengan mempelajari paradigma keperawatan akan membantu seseorang atau masyarakat luas mengenal dan mengetahui keperawatan dan membantu memahami setiap fenomena.

Berdasarkan pengertian di atas, para ahli menyimpulkan bahwa tujuan paradigma keperawatan adalah mengatur hubungan antara berbagai teori dan model konseptual keperawatan guna mengembangkan model konseptual dan teori-teori sebagai kerangka kerja keperawatan.

Fenomena adalah perilaku klien dalam menghadapi ketidakpastian kondisi yang dialami akibat ketidaknyamanan akibat dari sakit yang dialaminya. Falsafah keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari layanan kesehatan didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan.

Dalam melakukan peran dan fungsinya seorang perawat harus memiliki keyakinan terhadap nilai keperawatan yang menjadi pedoman dalam memberikan asuhan keperawatan. Keyakinan yang harus dimiliki oleh seorang perawat yaitu:
  1. Bahwa manusia adalah makhluk holistik yang terdiri dari komponen bio-psiko-sosio dan spiritual.
  2. Tujuan pemberian asuhan keperawatan adalah meningkatkan derajat kesehatan manusia secara optimal
  3. Tindakan keperawatan yang diberikan merupakan tindakan kolaborasi antara tim kesehatan, klein maupun keluarga.
  4. Tindakan keperawatan yang diberikan merupakan suatu metode pemecahan masalah dengan pendekatan proses keperawatan
  5. Perawat bertanggung jawab dan bertanggung gugat
  6. Pendidikan keperawatan harus dilakukan secara terus-menerus

Pada gambar berikut ini akan menjelaskan lebih rinci mengenai Skema Paradigma keperawatan

Gambar: Skema Paradigma Keperawatan

1. Manusia

Keperawatan jiwa memandang manusia sebagai makhluk holistik yang terdiri dari komponen bio-psiko-sosial dan spiritual merupakan satu kesatuan utuh dari aspek jasmani dan rohani serta unik karena mempunyai berbagai macam kebutuhan sesuai tingkat perkembangannya (Konsorsium Ilmu Kesehatan, 1992).

Kozier, (2000) mengatakan manusia adalah suatu sistem terbuka, yang selalu berinteraksi dengan lingkungan eksternal dan internal agar terjadi keseimbangan (homeostasis). Paradigma keperawatan memandang manusia sebagai makhluk holistik, yang merupakan sistem terbuka, sistem adaptif, personal dan interpersonal.

Sebagai sistem terbuka, manusia mampu mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungannya, baik
lingkungan fisik, biologis, psikologis maupun sosial dan spiritual. Sebagai sistem adaptif manusia akan menunjukkan respon adaptif atau maladaptif terhadap perubahan lingkungan. Respon adaptif terjadi apabila manusia memiliki mekanisme koping yang baik dalam menghadapi perubahan lingkungan, tetapi apabila kemampuan merespon perubahan lingkungan rendah, maka manusia akan menunjukan perilaku yang maladaptif.

Manusia atau klien dapat diartikan sebagai individu, keluarga atau pun masyarakat yang menerima asuhan keperawatan.

2. Keperawatan

Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional sebagai bagian integral pelayanan kesehatan yang dilakukan secara komprehensif berbentuk pelayanan biologis, psikologis, sosial, spiritual dan kultural, ditujukan bagi individu, keluarga dan masyarakat sehat maupun sakit mencakup siklus hidup manusia.

Pemberian asuhan keperawatan dilakukan melalui pendekatan humanistik yaitu menghargai dan menghormati martabat manusia dan menjunjung tinggi keadilan bagi semua manusia. Keperawatan bersifat universal yaitu dalam memberikan asuhan keperawatan seorang perawat tidak pernah membedakan klien berdasarkan atas ras, jenis kelamin, usia, warna kulit, etnik, agama, aliran politik dan status ekonomi sosial. Keperawatan menganggap klien sebagai partner aktif, dalam arti perawat selalu bekerjasama dengan klien dalam memberikan asuhan keperawatan.

Asuhan keperawatan merupakan metode ilmiah yang dalam pemberiannya menggunakan proses terapeutik melibatkan hubungan kerjasama antara perawat dengan klien, dan masyarakat untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal ( Carpenito, 1989 dikutip oleh Keliat,1991).

Proses keperawatan membantu perawat melakukan praktik keperawatan, dalam menyelesaikan masalah keperawatan klien, atau memenuhi kebutuhan klien secara ilmiah, logis, sistematis, dan terorganisasi. Pada dasarnya, proses keperawatan merupakan salah satu teknik penyelesaian masalah (Problem solving). Proses keperawatan merupakan proses yang dinamis, siklik, saling bergantung, luwes, dan terbuka. Melalui proses keperawatan, perawat dapat terhindar dari tindakan keperawatan yang bersifat rutin dan intuisi.

Melalui proses keperawatan, seorang perawat mampu memenuhi kebutuhan dan menyelesaikan masalah klien berdasarkan prioritas masalah sehingga tindakan keperawatan sesuai dengan kondisi klien, hal ini terjadi karena adanya kerja sama antara perawat dan klien. Pada tahap awal, perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan memiliki peran yang lebih besar dari peran klien, namun pada tahap selanjutnya peran klien menjadi lebih besar dibandingkan perawat sehingga kemandirian klien dapat tercapai.

3. Kesehatan

Sehat adalah suatu keadaan dinamis, dimana individu harus mampu menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi, baik perubahan pada lingkungan internal maupun eksternal untuk mempertahankan status kesehatannya. Faktor lingkungan internal adalah faktor yang berasal dari dalam individu yang mempengaruhi kesehatan individu seperti variabel psikologis, intelektual dan spiritual serta proses penyakit. Sedangkan faktor lingkungan eksternal adalah faktor-faktor yang berada diluar individu dapat mempengaruhi kesehatan antara lain variabel lingkungan fisik, hubungan sosial dan ekonomi.

Salah satu ukuran yang digunakan untuk menentukan status kesehatan adalah rentang sehat sakit. Menurut model ini, keadaaan sehat selalu berubah secara konstan. Kondisi kesehatan individu selalu berada dalam rentang sehat sakit, yaitu berada diantara diantara dua kutub yaitu sehat optimal dan kematian. Apabila status kesehatan bergerak ke arah kematian, ini berarti individu berada dalam area sakit (illness area), tetapi apabila status kesehatan bergerak ke arah sehat maka individu berada dalam area sehat (wellness area).

4. Lingkungan

Yang dimaksud lingkungan dalam keperawatan adalah faktor eksternal yang mempengaruhi perkembangan manusia, yaitu lingkungan fisik, psikologis, sosial. budaya, status ekonomi, dan spiritual. Untuk mencapai keseimbangan, manusia harus mampu mengembangkan strategi koping yang efektif agar dapat beradaptasi, sehingga hubungan interpersonal yang dikembangkan dapat menghasilkan perubahan diri individu.

D. FALSAFAH KEPERAWATAN JIWA

Falsafah keperawatan adalah pandangan dasar tentang hakikat manusia dan esensi keperawatan yang menjadikan kerangka dasar dalam praktik keperawatan. Falsafah Keperawatan bertujuan mengarahkan kegiatan keperawatan yang dilakukan. Keperawatan memandang manusia sebagai makhluk holistic, sehingga pendekatan pemberian asuhan keperawatan, dilakukan melalui pendekatan humanistik, dalam arti perawat sangat menghargai dan menghormati martabat manusia, memberi perhatian kepada klien serta menjunjung tinggi keadilan bagi sesama manusia.

Keperawatan bersifat universal dalam arti dalam memberikan asuhan keperawatan, perawat tidak membedakan atas ras, jenis kelamin, usia, warna kulit, etik, agama, aliran politik, dan status sosial ekonomi.

E. MODEL KONSEPTUAL DALAM KEPERAWATAN

Banyak ahli kesehatan jiwa memiliki pandangan yang berbeda-beda mengenai konsep gangguan jiwa dan bagaimana proses timbulnya gangguan jiwa. Perbedaan tersebut, dijelaskan dalam teori model konseptual kesehatan jiwa. Setiap model konseptual memiliki pandangan yang berbeda-beda mengenai konsep gangguan jiwa.

Pandangan model psikoanalisa berbeda dengan pandangan model social, model perilaku, model eksistensial, model medical, berbeda pula dengan model stress-adaptasi. Masing-masing model memiliki pendekatan unik dalam terapi gangguan jiwa. Sebelum lebih lanjut mempelajarinya, marilah kita mengulang pengertian model konsep. Tahukah Anda definisi tersebut?

Model konseptual merupakan kerangka kerja konseptual, sistem atau skema yang menerangkan serangkaian ide global tentang keterlibatan individu, kelompok, situasi, atau kejadian terhadap suatu ilmu dan perkembangannya.

Definisi Model Konseptual Keperawatan

Banyak ahli mendefinisikan mengenai model konseptual seperti berikut ini:
  • Model konseptual memberikan keteraturan untuk berfikir, mengobservasi dan menginterpretasi apa yang dilihat, memberikan arah riset untuk mengidentifikasi suatu pertanyaan untuk menjawab fenomena dan menunjukkan pemecahan masalah (Christensen & Kenny, 2009, hal. 29).
  • Model konseptual keperawatan merupakan suatu cara untuk memandang situasi dan kondisi pekerjaan yang melibatkan perawat di dalamnya. Model konseptual keperawatan merupakan petunjuk bagi perawat untuk mendapatkan informasi agar perawat peka terhadap apa yang terjadi pada suatu saat dengan dan tahu apa yang harus perawat kerjakan (Brockopp, 1999, dalam Hidayati, 2009).
  • Marriner-Tomey (2004) menjelaskan bahwa, model konseptual keperawatan telah memperjelas kespesifikan area fenomena ilmu keperawatan dengan melibatkan empat konsep yaitu:
    1. Manusia sebagai pribadi yang utuh dan unik.
    2. Lingkungan yang bukan hanya merupakan sumber awal masalah tetapi juga merupakan sumber pendukung bagi individu.
    3. Kesehatan menjelaskan tentang rentang sehat-sakit sepanjang siklus mulai konsepsi hingga kematian.
    4. Keperawatan sebagai komponen penting dalam perannya sebagai faktor penentu meningkatnya keseimbangan kehidupan seseorang (klien).

Lebih lanjut Tomey mengatakan, konseptualisasi keperawatan umumnya memandang manusia sebagai mahluk biopsikososial yang berinteraksi dengan keluarga, masyarakat, dan kelompok lain termasuk lingkungan fisiknya. Cara pandang dan fokus penekanan pada skema konseptual dari setiap ilmuwan dapat berbeda satu sama lain, seperti penekanan pada sistem adaptif manusia, subsistem perilaku atau aspek komplementer.

Tujuan dari model konseptual keperawatan (Ali, 2001, hal. 98):

  1. Menjaga konsistensi pemberian asuhan keperawatan.
  2. Mengurangi konflik, tumpang tindih, dan kekosongan pelaksanaan asuhan keperawatan oleh tim keperawatan.
  3. Menciptakan kemandirian dalam memberikan asuhan keperawatan.
  4. Memberikan pedoman dalam menentukan kebijaksanaan dan keputusan.
  5. Menjelaskan dengan tegas ruang lingkup dan tujuan asuhan keperawatan bagi setiap anggota tim keperawatan.

Model Konseptual dalam Keperawatan Jiwa

Berikut ini akan dijelaskan berbagai macam model konseptual yang dikembangkan oleh beberapa ahli diantaranya menurut:

a. Psycoanalytical (Freud, Erickson)

Merupakan model yang dikemukakan oleh Sigmund Freud. Psikoanalisa meyakini bahwa penyimpangan perilaku pada usia dewasa berhubungan dengan perkembangan pada masa anak. Menurut model psycoanalytical, gangguan jiwa dikarenakan ego tidak berfungsi dalam mengontrol id, sehingga mendorong terjadinya penyimpangan perilaku (deviation of Behavioral) dan konflik intrapsikis terutama pada masa anak-anak.

Setiap fase perkembangan mempunyai tugas perkembangan yang harus dicapai. Gejala merupakan symbol dari konflik. Proses terapi psikoanalisa memakan waktu yang lama. Proses terapi pada model ini menggunakan metode asosiasi bebas dan analisa mimpi transferen, bertujuan untuk memperbaiki traumatic masa lalu.

Contoh proses terapi pada model ini adalah: klien dibuat dalam keadaan tidur yang sangat dalam. Dalam keadaan tidak berdaya terapis akan menggali alam bawah sadar klien dengan berbagai pertanyaan-pertanyaan tentang pengalaman traumatic masa lalu. Dengan cara demikian, klien akan mengungkapkan semua pikiran dan mimpinya, sedangkan therapist berupaya untuk menginterpretasi pikiran dan mimpi pasien.

Peran perawat dalam model psyhcoanalytical Melakukan pengkajian keadaan traumatic atau stressor yang dianggap bermakna pada masa lalu misalnya (menjadi korban perilaku kekerasan fisik, sosial, emosional maupun seksual) dengan menggunakan pendekatan komunikasi terapeutik.

b. Interpersonal ( Sullivan, Peplau)

Model ini dikembangkan oleh Harry Stack Sullivan dan Hildegard Peplau. Teori interpersonal meyakini bahwa perilaku berkembang dari hubungan interpersonal.Sullivan menekankan besarnya pengaruh perkembangan masa anak-anak terhadap kesehatan jiwa individu. Menurut konsep model ini, kelainan jiwa seseorang disebabkan karena adanya ancaman yang dapat menimbulkan kecemasan (Anxiety).

Ansietas yang dialami seseorang timbul akibat konflik saat berhubungan dengan orang lain (interpersonal), dikarenakan adanya ketakutan dan penolakan atau tidak diterima oleh orang sekitar. Lebih lanjut Sullivan mengatakan individu memandang orang lain sesuai dengan yang ada pada
dirinya Sullivan mengatakan dalam diri individu terdapat 2 dorongan yaitu:
  1. Dorongan untuk kepuasan, berhubungan dengan kebutuhan dasar seperti: lapar, tidur, kesepian dan nafsu.
  2. Dorongan untuk keamanan, berhubungan dengan kebutuhan budaya seperti penyesuaian norma sosial, nilai suatu kelompok tertentu.

Proses terapi terbagi atas dua komponen yaitu Build Feeling Security (berupaya membangun rasa aman pada klien) dan Trusting Relationship and interpersonal Satisfaction (menjalin hubungan yang saling percaya) Prinsip dari terapi ini adalah.Mengoreksi pengalaman interpersonal dengan menjalin hubungan yang sehat. Dengan re edukasi diharapkan, klien belajar membina hubungan interpersonal yang memuaskan, mengembangkan hubungan saling percaya.dan membina kepuasan dalam bergaul dengan orang lain sehingga klien merasa berharga dan dihormati

Peran perawat dalam terapi adalah:
  • Share anxieties (berbagi pengalaman mengenai apa-apa yang dirasakan klien dan apa yang menyebabkan kecemasan klien saat berhubungan dengan orang lain)
  • Therapist use empathy and relationship (Empati dan turut merasakan apa-apa yang dirasakan oleh klien). Perawat memberikan respon verbal yang mendorong rasa aman klien dalam berhubungan dengan orang lain.

c. Social ( Caplan, Szasz)

Model ini berfokus pada lingkungan fisik dan situasi sosial yang dapat menimbulkan stress dan mencetuskan gangguan jiwa(social and environmental factors create stress, which cause anxiety and symptom).Menurut Szasz, setiap individu bertanggung jawab terhadap perilakunya, mampu mengontrol dan menyesuaikan perilaku sesuai dengan nilai atau budaya yang diharapkan masyarakat.Kaplan, meyakini bahwa, konsep pencegahan primer, sekunder dan tersier sangat penting untuk mencegah timbulnya gangguan jiwa. Situasi sosial yang dapat menimbulkan gangguan jiwa adalah kemiskinan, tingkat pendidikan yang rendah, kurangnya support system dan koping mekanisme yang maladaptif.

Prinsip proses terapi yang sangat penting dalam modifikasi lingkungan dan adanya support system. Proses terapi dilakukan dengan menggali support system yang dimiliki klien seperti: suami/istri, keluarga atau teman sejawat. Selain itu therapist berupaya : menggali system sosial klien seperti suasana di rumah, di kantor, di sekolah, di masyarakat atau tempat kerja.

d. Existensial ( Ellis, Rogers)

Model ekistensial menyatakan bahwa gangguan perilaku atau gangguan jiwa terjadi apabila individu gagal menemukan jati dirinya dan tujuan hidupnya. Individu tidak memiliki kebanggan akan dirinya. Membenci diri sendiri dan mengalami gangguan dalam body-image nya.

Prinsip terapinya pada model ini adalah mengupayakan individu agar memiliki pengalaman berinteraksi dengan orang yang menjadi panutan atau sukses dengan memahami riwayat hidup orang tsb, memperluas kesadaran diri dengan cara introspeksi diri (self assessment), bergaul dengan kelompok sosial dan kemanusiaan (conducted in group), serta mendorong untuk menerima dirinya sendiri dan menerima kritik atau feedback tentang perilakunya dari orang lain (encouraged to accept self and control behavior). Terapi dilakukan melalui kegiatan Terapi aktivitas kelompok.

e. Supportive Therapy ( Wermon, Rockland)

Wermon dan Rockland meyakini bahwa penyebab gangguan jiwa adalah faktor biopsikososial dan respos maladaptive saat ini. Contoh aspek biologis yaitu sering sakit maag, migraine, batuk-batuk. Aspek psikologisnya mengalami banyak keluhan seperti: mudah cemas, kurang percaya diri, perasaan bersalah, ragu-ragu, pemarah. Aspek social seperti susah bergaul, menarik diri, tidak disukai, bermusuhan, tidak mampu mendapatkan pekerjaan, dan sebagainya. Semua hal tersebut terakumulasi menjadi penyebab gangguan jiwa. Fenomena tersebut muncul akibat ketidak mampuan dalam beradaptasi pada masalah-masalah yang muncul saat ini dan tidak ada kaitannya dengan masa lalu.

Prinsip proses terapi pada model suportif adalah menguatkan respon coping adaptif. Terapis membantu klien untuk mengidentifikasi dan mengenal kekuatan atau kemampuan serta coping yang dimiliki klien, mengevaluasi kemampuan mana yang dapat digunakan untuk alternative pemecahan masalah. Terapist berupaya menjalin hubungan yang hangat dan empatik dengan klien untuk membantu klien menemukan coping klien yang adaptif.

f. Medica ( Meyer, Kraeplin)

Menurut konsep ini penyebab gangguan jiwa adalah multifactor yang kompleks yaitu aspek fisik, genetic, lingkungan dan factor social. Model medical meyakini bahwa penyimpangan perilaku merupakan manifestasi gangguan sistem syaraf pusat (SSP). Dicurigai bahwa depresi dan schizophrenia dipengaruhi oleh transmisi impuls neural, serta gangguan synaptic. Sehingga focus penatalaksanaannya harus lengkap melalui pemeriksaan diagnostic, terapi somatic, farmakologik dan teknik interpersonal.

Peran perawat dalam model medical ini adalah melakukan kolaborasi dengan tim medis dalam melakukan prosedur diagnostic dan terapi jangka panjang, therapist berperan dalam pemberian terapi, laporan mengenai dampak terapi, menentukan diagnose, dan menentukan jenis pendekatan terapi yang digunakan. Medical model terus mengeksplorasi penyebab gangguan jiwa secara ilmiah.

g. Model Komunikasi

Model perilaku mengatakan bahwa, penyimpangan perilaku terjadi jika pesan yang disampaikan tidak jelas. Penyimpangan komunikasi menyangkut verbal dan non verbal, posisi tubuh, kecepatan dan volume suara atau bicara.

Proses terapi dalam model ini meliputi:
  1. Memberi umpan balik dan klarifikasi masalah.
  2. Memberi penguatan untuk komunikasi yang efektif.
  3. Memberi alternatif koreksi untuk komunikasi yang tidak efektif.
  4. Melakukan analisa proses interaksi.


h. Model Perilaku

Dikembangkan oleh H.J. Eysenck, J. Wilpe dan B.F. Skinner. Terapi modifikasi perilaku dikembangkan dari teori belajar (learning theory).Belajar terjadi jika ada stimulus dan timbul respon, serta respon dikuatkan (reinforcement).

Proses terapi terapi pada model perilaku dilakukan dengan cara:
  1. Desentisasi dan relaksasi, dapat dilakukan bersamaan. Dengan teknik ini diharapkan tingkat kecemasan klien menurunkan.
  2. Asertif training adalah belajar mengungkapkan sesuatu secara jelas dan nyata tanpa menyinggung perasaan orang lain.
  3. Positif training, mendorong dan menguatkan perilaku positif yang baru dipelajari berdasarkan pengalaman yang menyenangkan untuk digunakan pada perilaku yang akan datang.
  4. Self regulasi, dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut. Pertama melatih serangkaian standar perilaku yang harus dicapai oleh klien. Selanjutnya klien diminta untuk melakukan self observasi dan self evaluasi terhadap perilaku yang ditampilkan.
  5. Langkah terakhir adalah klien diminta untuk memberikan reinforcement (penguatan terhadap diri sendiri) atas perilaku yang sesuai.


i. Model Stress Adaptasi Roy

Keperawatan adalah suatu disiplin ilmu dan ilmu tersebut menjadi landasan dalam melaksanakan praktik keperawatan (Roy, 1983). Lebih spesifik Roy (1986) berpendapat bahwa keperawatan sebagai ilmu dan praktik berperan dalam meningkatkan adaptasi individu dan kelompok terhadap kesehatan sehingga sikap yang muncul semakin positif.

Keperawatan memberi perbaikan pada manusia sebagai suatu kesatuan yang utuh untuk beradaptasi dengan perubahan yang terjadi pada lingkungan dan berespons terhadap stimulus internal yang mempengaruhi adaptasi. Jika stressor terjadi dan individu tidak dapat menggunakan “koping” secara efektif maka individu tersebut memerlukan perawatan.

Tujuan keperawatan adalah meningkatkan interaksi individu dengan lingkungan, sehingga adaptasi dalam setiap aspek semakin meningkat. Komponen-komponen adaptasi mencakup fungsi fisiologis, konsep diri, fungsi peran, dan saling ketergantungan.

Adaptasi adalah komponen pusat dalam model keperawatan. Didalamnya menggambarkan manusia sebagai sistem adaptif. Adaptasi menggambarkan proses koping terhadap stressor dan produk akhir dari koping. Proses adaptasi termasuk fungsi holistic bertujuan untuk mempengaruhi kesehatan secara positif yang pada akhirnya akan meningkatkan integritas.

Proses adaptasi termasuk didalamnya proses interaksi manusia dengan lingkungan yang terdiri dari dua proses.
  1. Bagian pertama dari proses ini dimulai dengan perubahan dalam lingkungan internal dan eksternal yang membutuhkan sebuah respon. Perubahan tersebut dalam model adaptasi Roy digambarkan sebagai stressor atau stimulus fokal dan ditengahi oleh factor-faktor kontekstual dan residual.Stressor menghasilkan interaksi yang biasanya disebut stress.
  2. Bagian kedua adalah mekanisme koping yang dirangsang untuk menghasilkan respon adaptif dan inefektif. Produk adaptasi adalah hasil dari proses adaptasi dan digambarkan dalam istilah kondisi yang meningkatkan tujuan-tujuan manusia yang meliputi: kelangsungan hidup, pertumbuhan, reproduksi dan penguasaan yang disebut integritas. Kondisi akhir ini adalah kondisi keseimbangan dinamik equilibrium yang meliputi peningkatan dan penurunan respon-respon.

Setiap kondisi adaptasi baru dipengaruhi oleh adaptasi yang lain, sehingga dinamik equilibrium manusia berada pada tingkat yang lebih tinggi. Jarak yang besar dari stimulus dapat disepakati dengan suksesnya manusia sebagai sistem adaptif. Jadi peningkatan adaptasi mengarah pada tingkat-tingkat yang lebih tinggi pada keadaan sejahtera atau sehat. Adaptasi kemudian disebut sebagai suatu fungsi dari stimuli yang masuk dan tingkatan adaptasi.

j. Model Keperawatan

Pendekatan model keperawatan adalah model konsep yang digunakan dalam memberikan asuhan keperawatan dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan, secara holistik, bio,psiko,sosial dan spiritual. Fokus penanganan pada model keperawatan adalah penyimpangan perilaku, asuhan keperawatan berfokus pada respon individu terhadap masalah kesehatan yang actual dan potensial, dengan berfokus pada: rentang sehat sakit berdasarkan teori dasar keperawatan dengan intervensi tindakan keperawatan spesifik dan melakukan evaluasi hasil tindakan keperawatan. Model ini mengadopsi berbagai teori antara lain teori sistem, teori perkembangan dan teori interaksi

Daftar Pustaka

  • FIK UI & WHO, 2006. Modul Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa (MPKP), Jakarta: Tidak diterbitkan
  • Keliat, B.A., dkk. 2005. Modul Basic Course Community Mental-Psychiatric Nursing. Jakarta: Tidak diterbitkan
  • Ralph S.S., Rosenberg, M.C., Scroggins, L., Vassallo, B., Warren, J., 2005, Nursing Diagnoses: Definitions & Classification, NANDA International, Philadelphia
  • Rawlins, R.P., Heacoch, P.E., 1993, Clinical Manual of Psychiatric Nursing, Mosby Year Book, Toronto
  • Rawlins, R.P., Williams,S.R., Beck, C.M.,1993, Mental Health Psychiatric Nursing a Holistic Life Cicle Approach, Mosby Year Book, London
  • Stuart, G.W., Laraia, M.T., 1998, Principles and Practice of Psychiatric Nursing, 6th Edition, Mosby, St. Louis
  • Stuart, Gall Wiscart and sundeen, Sandra J. Pocket guide to psychiatric nursing (2 nd. Ed) Mosby Year Book, St. Louis, baltimore. Boston Chicago. London. Sydney. Toronto.
  • Stuat, G.W., Sundeen, S.J., 1998, Keperawatan Jiwa, Buku Saku, Terjemahan Hamid, A.S., Edisi 3, EGC, Jakarta
  • TIM Jiwa FIK UI. 1999. Kumpulan Proses Keperawatan Masalah Keperawatan Jiwa. Jakarta:
  • Townsend, M.C. 1998. Diagnosis Keperawatan pada Keperawatan Psikiatri: Pedoman untuk Pembuatan Rincian Perawatan, Jakarta: EGC