Widget HTML #1

Pengertian Psikofarmaka dalam Keperawatan Jiwa


Pengertian Psikofarmaka

Obat psikofarmaka disebut juga sebagai obat psikotropika, atau obat psikoaktif atau obat psikoteraputik. Penggolongan obat ini didasarkan atas adanya kesamaan efek obat terhadap penurunan atau berkurangnya gejala.Kesamaan dalam susunan kimiawi obat dan kesamaan dalam mekanisme kerja obat.

Obat psikofarmaka adalah obat yang bekerja pada susunan saraf pusat (SSP) dan mempunyai efek utama terhadap aktivitas mental dan perilaku (mind and behavior altering drugs), digunakan untuk terapi gangguan psikiatrik (psychotherapeutic medication). Obat psikofarmaka, sebagai salah satu zat psikoaktif bila digunakan secara salah (misuse) atau disalahgunakan (abuse) beresiko menyebabkan gangguan jiwa.

Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Zat Psikoaktif

Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III (PPDGJ III) penyalahgunaan obat psikoaktif digolongkan kedalam gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif. Gangguan mental dan perilaku tersebut dapat bermanifestasi dalam bentuk:
  1. Intoksikasi akut (tanpa atau dengan komplikasi). Kondisi ini berkaitan dengan dosis zat yang digunakan (efek yang berbeda pada dosis yang berbeda). Gejala intoksikasi tidak selalu mencerminkan aksi primer dari zat dan dapat terjadi efek paradoksal.
  2. Penggunaan yang merugikan (harmful use). Kondisi ini merupakan pola penggunaan zat psikoaktif yang merusak kesehatan (dapat berupa fisik dan atau mental). Pada kondisi ini belum menunjukkan adanya sindrom ketergantungan tetapi sudah berdampak timbulnya kelemahan/hendaya psikososial sebagai dampaknya.
  3. Sindrom ketergantungan (dependence syndrome). Kondisi ini ditandai dengan munculnya keinginan yang sangat kuat (dorongan kompulsif) untuk menggunakan zat psikoaktif secara terus menerus dengan tujuan memperoleh efek psikoaktif dari zat tersebut.
    • Pada kondisi ini individu tidak mampu menguasai keinginan untuk menggunakan zat, baik mengenai mulainya, menghentikannya, ataupun membatasi jumlahnya (loss of control).
    • Pengurangan dan penghentian penggunaan zat ini, akan menimbulkan keadaan putus zat, yang akan mengakibatkan perubahan fisiologis yang sangat tidak menyenangkan, sehingga memaksa orang tersebut menggunakannya lagi atau menggunakan obat lain yang sejenis untuk menghilangkan gejala putus obat tersebut.
    • Untuk memperoleh efek yang sama (gejala toleransi), individu harus meningkatkan dosis penggunaan zat psikoaktif dan terus menggunakannya walaupun individu tersebut, menyadari adanya akibat yang merugikan kesehatannya
  4. Keadaan putus obat (withdrawal state). Adalah gejala-gejala fisik dan mental yang timbul pada saat penghentian penggunaan zat yang terus menerus dalam jangka waktu panjang atau dosis tinggi. Gejala putus obat, sangat tergantung pada jenis dan dosis zat yang digunakan. Gejala putus zat,akan mereda bila pengguna meneruskan penggunaan zat. Ini merupakan salah satu indikator dari sindrom ketergantungan.
  5. Gangguan psikotik. Merupakan sekumpulan gejala-gejala psikotik yang terjadi selama atau segera setelah penggunaan zat psikoaktif. Gejala psikotik ditandai dengan adanya halusinasi, kekeliruan identifikasi, waham dan atau ideas of reference (gagasan yang menyangkut diri sendiri sebagai acuan) yang seringkali bersifat kecurigaan atau kejaran. Selain itu timbul gangguan psikomotor (excitement atau stupor) dan afek abnormal yang terentang antara ketakutan yang mencekam sampai pada kegembiraan yang berlebihan. Variasi gejala sangat dipengaruhi oleh jenis zat yang digunakan dan kepribadian pengguna zat
  6. Sindrom amnestik. Adalah hendaya/gangguan daya ingat jangka pendek (recent memory) yang menonjol. Pada sindrom ini juga kadang-kadang muncul gangguan daya ingat jangka panjang (remote memory), sedangkan daya ingat segera (immediate recall) masih baik. Fungsi kognitif lainnya biasanya relative baik. Adanya gangguan sensasi waktu (menyusun kembali urutan kronologis, meninjau kejadian berulang kali menjadi satu peristiwa). Pada kondisi ini, kesadaran individu kompos mentis, namun terjadi perubahan kepribadian yang sering disertai apatis dan hilangnya inisiatif, serta kecenderungan mengabaikan keadaan.