Widget HTML #1

Peran Perawat Dalam Pemberian Psikofarmaka

Peran Perawat Dalam Pemberian Psikofarmaka

Perawat memiliki peranan yang penting dalam program terapi psikofarmaka. Untuk itu perawat dituntut menguasai secara luas berbagai pengetahuan mengenai masalah yang dihadapi oleh pasien terkait penggunaan obat psikofarmaka.Selain itu seorang perawat wajib memiliki pengetahuan yang luas mengenai program terapi psikofarmaka yang meliputi jenis, manfaat, dosis, cara kerja obat dalam tubuh, efek samping, cara pemberian, dan kontra indikasi sehingga asuhan keperawatan dapat diberikan secara holistik.

A. IDENTIFIKASI MASALAH KLIEN DALAM PEMBERIAN OBAT PSIKOFARMAKA

Perawat memiliki peran yang sangat penting dalam mengidentifikasi masalah pemberian obat psikofarmaka. Identifikasi masalah dalam pemberian psikofarmaka dimulai dari pengkajian dengan melakukan pengumpulan data yang meliputi diagnosa medis, riwayat penyakit, hasil pemeriksaan penunjang seperti laboratorium, jenis obat yang digunakan, dosis, waktu pemberian serta program terapi yang lain yang diterima oleh pasien dan memahami serta melakukan berbagai kombinasikan obat dengan terapi Modalitas.

Selain itu perawat juga harus melakukan pendidikan kesehatan untuk klien dan keluarga tentang pentingnya minum obat secara teratur dan penanganan efek samping obat dan monitoring efek samping penggunaan obat. Melalui pengkajian yang komprehensif, perawat dapat mengidentifikasi permasalahan yang sedang dialami pasien.

Masalah kesehatan jiwa yang dialami pasien dalam program pemberian obat psikofarmaka dapat dikelompokkan sebagai berikut: psikosis, gangguan depresi, gangguan mania, gangguan ansietas, gangguan insomnia, gangguan obsesif kompulsif dan gangguan panik.

Selain mengidentifikasi peran diatas, perawat memiliki peran yang sangat penting yaitu mampu mengkoordinasikan berbagai cara dan kerja yang dilakukan semua anggota tim sesuai dengan tujuan yang akan dicapai antara klien, keluarga dan tim kesehatan sehingga tujuan perawatan dapat berjalan sesuai tujuan yang diharapkan, untuk itu perawat dituntut mampu bekerja didalam suatu sistem dan budaya kerja yang tinggi.

B. CARA PENGGUNAAN OBAT PSIKOFARMAKA

Perawat harus memahami 5 prinsip benar dalam pemberian obat psikofarmaka seperti jenis, manfaat, dosis, cara kerja obat dalam tubuh, efek samping, cara pemberian, kontra indikasi. Berikut ini adalah penjelasan mengenai cara pemberian obat psikofarmaka.

1. Obat anti-psikosis

Pada dosis ekivalen semua obat anti-psikosis mempunyai efek primer (klinis) yang sama, perbedaan terutama pada efek sekunder (efek samping). Pemilihan jenis obat antipsikosis harus mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan dan efek samping obat. Penggantian obat disesuaikan dengan dosis ekivalen. Apabila obat anti-psikosis tertentu sudah sudah diberikan dalam dosis optimal dan dalam jangka waktu yang memadai tetapi tidak memberikan efek yang optimal maka dapat diganti dengan obat anti-psikosis lain (sebaiknya dari golongan yang tidak sama), dengan dosis ekivalen, dimana profil efek samping belum tentu sama. Apabila klien memiliki riwayat penggunaan obat anti-psikosis yang terbukti efektif dan efek samping obat mampu ditolerir dengan baik maka obat tersebut dapat dipilih kembali untuk pemakaian sekarang.

Dengan dosis yang efektif, onset efek primer didapatkan setelah 2-4 minggu pemberian obat, sedangkan efek sekunder (efek samping) sekitar 2-6 minggu. Waktu paruh obat anti-psikosis adalah 12-24 jam (pemberian 1-2 kali perhari). Dosis pagi dan malam bisa berbeda untuk mengurangi dampak dari efek samping (dosisi pagi kecil, dosis malam lebih besar) sehingga kualitas hidup klien tidak terganggu.

Dosis awal diberikan dalam dosis kecil, kemudian dinaikkan setiap 2-3 hari hingga dosis efektif (mulai timbul peredaan sindrom psikosis). Evaluasi dilakukan setiap 2 minggu dan bila diperlukan dosis dinaikkan hingga mencapai dosis optimal, dan dosis pemberian dipertahankan sekitar 8-12 minggu (stabilisasi).Pemberian obat dengan dosis efektif dipertahankan 6 bulan sampai 2 tahun. Setelah waktu tersebut dosis diturunkan tiap 2-4 minggu dan stop.

Pemberian obat anti-psikosis yang bersifat “long acting” sangat efektif diberikan pada klien yang tidak mau atau sulit minum obat secara teratur ataupun yang tidak efektif terhadap medikasi oral. Sebelum penggunaan secara parenteral sebaiknya pemberian obat dilakukan secara oral terlebih dahulu dalam beberapa minggu, hal ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat efek hipersensitivitas. Pemberian obat anti-psikosis “long acting” hanya diberikan pada klien skizoprenia yang bertujuan untuk terapi stabilisasi dan pemeliharaan. Kontra indikasi penggunaan obat anti-psikosis adalah penyakit hati, penyakit darah, epilepsy, kelainan jantung, febris yang tinggi, ketergantungan alkohol, penyakit susunan saraf pusat (parkinson, tumor otak), gangguan kesadaran.

2. Obat anti-depresi

Pada dasarnya semua obat anti-depresi mempunyai efek primer (efek klinis) yang sama pada dosis ekivalen, perbedaan terutama pada efek sekunder (efek samping). Pemilihan jenis obat anti-depresi tergantung pada toleransi klien terhadap efek samping dan penyesuaian efek samping terhadap kondisi klien (usia, penyakit fisik tertentu, jenis depresi).

Sangat perlu mempertimbangkan efek samping penggunaan obat golongan ini, terutama penggunaan pada sindrom depresi ringan dan sedang. Berikut ini adalah urutan penggunaan obat anti depresi untuk meminimalisir efek samping langkah pertama pemberian obat golongan selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI), langkah kedua golongan trisiklik, langkah ketiga golongan tetrasiklik, golongan atipikal, golongan MAOI dan inhibitor monoamine okside (MAOI) reversible.

Penggunaan litium dianjurkan untuk “unipolar recurrent depression” penggunaan obat golongan ini bertujuan untuk mencegah kekambuhan, sebagai “mood stabilizer”. Pemberian Dosis perlu mempertimbangkan onset efek primer sekitar 2-4 minggu, onset efek skunder sekitar 12-24 jam, dan waktu paruh 12-48 jam (pemberian 1-2 kali perhari).

Dosis pemeliharaan dianjurkan dosis tunggal diberikan malam hari (single dose one hour before sleep)terutama untuk golongan trisiklik dan tetrasiklik. Golongan SSRI diberikan dosis tunggal pada pagi hari setelah sarapan pagi. Pemberian obat anti-depresi dapat dilakukan dalam jangka panjang oleh karena potensial adiksinya sangat minimal. Kontra indikasi pemberian obat anti-depresi adalah penyakit jantung koroner, MCI (myocard infark, khususnya pada usia lanjut); glaucoma, retensi urine, hipertropi prostat, gangguan fungsi hati, epilepsy; Sedangkan kontra indikasi penggunaan obat litium adalah kelainan fungsi jantung, ginjal dan kelenjar tiroid.

3. Obat anti-mania

Haloperidol (IM) merupakan obat indikasi klien mania akut dikombinasikan dengan tablet litium carbonate. Haloperidol diberikan untuk mengatasi hiperaktivitas, impulsivitas, iritabilitas, dengan “onset of action” yang cepat. Pada pemberian litium karbonat, efek antimania baru muncul setelah penggunaan 7-10 hari. Pada gangguan afektif bipolar (manik depresif) dengan serangan episodic mania/depresi, penggunaan litium karbonat sebagai obat profilaksi terhadap serangan sindrom mania/depresi dapat mengurangi frekuensi, berat dan lamanya kekambuhan. Carbamazepin sebagai pengganti litium karbonat dapat diberikan jika efek samping tidak bias ditolerir dan kondisi fisik yang tidak memungkinkan.

Untuk mencegah kekambuhan, pada gangguan afektif unipolar dapat diberikan obat anti-depresi SSRI yang lebih ampuh dari litium karbonat. Pemberian dosis perlu mempertimbangkan onset efek primer 7-10 hari (1-2 minggu), rentang kadar serum terapeutik 0,8-1,2mEq/L (dicapai dengan dosis sekitar 2 atau 3 kali 500 mg per hari) dan kadar serum toksik diatas 1,5 mEq/L. Litum karbonat harus diberikan hingga 6 bulan, walaupun gejala mereda. Pemberian obat dihentikan secara gradual bila memang tidak ada indikasi lagi.

Pada gangguan afektif bipolar dan unipolar, penggunaan harus diteruskan sampai beberapa tahun, sesuai dengan indikasi profilaksis serangan sindrom mania/depresi. Penggunaan obat jangka panjang sebaiknya dalam dosis minimum dengan kadar serum litium terendah yang masih efektif untuk terapi profilaksis. Pemberian litium karbonat tidak boleh diberikan pada wanita hamil, karena dapat melewati sawar plasenta yang akan mempengaruhi kelenjar tiroid.

4. Obat anti-ansietas

Golongan benzodiazepine merupakan obat anti ansietas yang sangat efektif karena memiliki khasiat yang sangat tinggi dan efek adiksi serta toksisitas yang rendah, dibandingkan dengan meprobamate atau phenobarbital. Benzodiazepin adalah obat pilihan dari semua obat yang mempunyai efek anti-ansietas, disebabkan spesifikasi, potensi, dan keamanannya. Dosis obat efektif bila kadar obat dalam darah dengan ekskresi obat seimbang. Kondisi ini tercapai setelah 5-7 hari dengan dosis 2-3 kali per hari.

Pemberian obat dimulai dari dosis awal (dosis anjuran), selanjutnya dosis dinaikkan setiap 3-5 hari sampai mencapai dosis optimal, dan dosis dipertahankan selama 2-3 minggu, selanjutnya dosis diturunkan 1/8 x setiap 2-4 minggu sampai dosis minimal yang efektif. Apabila terjadi kekambuhan dosis obat dapat dinaikan kembali dan bila efektif dosis dipertahankan hingga 4-8 minggu selanjutnya diturunkan secara gradual.

Lama pemberian obat pada sindrom ansietas yang disebabkan faktor situasi eksternal, pemberian obat tidak boleh melebihi waktu 1-3 bulan. Pemberian sewaktu-waktu dapat dilakukan apabila sindrom ansietas dapat diantisipasi kejadiannya. Klien dengan hipersensitivitas terhadap benzodiazepine, glaucoma, myasthenia grafis, insufisiensi paru kronis, penyakit renal kronis dan penyakit hepar kronis merupakan kontra indikasi pemberian obat anti-ansietas.

5. Obat anti-insomnia

Pemilihan obat ini disesuaikan dengan jenis gangguan tidur, bila sulit masuk ke dalam proses tidur maka obat yang dibutuhkan adalah golongan benzodiazepine short acting; bila proses tidur terlalu cepat berakhir dan sulit untuk masuk kembali ke proses tidur selanjutnya maka obat yang dibutuhkan adalah golongan heterosiklik anti-depresan (trisiklik dan tetrasiklik); bila siklus proses tidur yang normal tidak utuh dan terpecah-pecah menjadi beberapa bagian, maka obat yang dibutuhkan adalah golongan Phenobarbital atau golongan benzodiazepine long acting.

Pengaturan dosis, pemberian tunggal dosis anjuran 15-30 menit sebelum tidur. Dosis awal dapat dinaikkan sampai mencapai dosis efektif dan dipertahankan sampai 1-2 minggu, kemudian secepatnya diturunkan secara gradual untuk mencegah timbulnya rebound dan toleransi obat. Penggunaan obat anti-insomnia sebaiknya sekitar 1-2 minggu saja, tidak lebih dari 2 minggu agar resiko ketergantungan kecil. Kontra indikasi penggunaan obat anti insomnia adalah “sleep apnoe syndrome”, “congestive heart failure”, dan "chronic respiratory disease”.

6. Obat anti-obsesif kompulsif

Sampai saat ini, clomipramine masih merupakan obat yang paling efektif dari kelompok trisiklik untuk pengobatan obsesif kompulsif. Dan merupakan pilihan utama pada terapi gangguan depresi yang menunjukkan gejala obsesif. Selain itu SSRI juga merupakan pilihan untuk pengobatan gangguan obsesif kompulsif bila ada hipersensitivitas dengan trisiklik. Pemberian pertama dilakukan dalam dosis rendah untuk penyesuaian efek samping, namun dosis obat ini umumnya lebih tinggi dari dosis anti-depresi. Dosis pemeliharaan diberikan dengan dosis yang lebih tinggi meskipun sifatnya individual.

Penghentian pemberian obat ini harus dilakukan secara gradual agar tidak terjadi kekambuhan dan memberikan kesempatan untuk menyesuaikan diri. dengan maksimal lama pemberian 2-3 bulan. Meskipun respon terhadap pengobatan sudah terlihat dalam 1-2 minggu dengan dosis antara 75-225 mg/hari, tetapi lama pemberian obat ini antara tidak boleh melebihi, untuk mendapatkan hasil yang memadai setidaknya diperlukan waktu 2-3 bulan. Batas lamanya pemberian obat bersifat individual, umumnya diatas 6 bulan sampai tahunan, kemudian dihentikan secara bertahap bila kondisi klien sudah memungkinkan. Obat anti-obsesif kompulsif kontra indikasi diberikan pada wanita hamil atau menyusui.

7. Obat anti-panik

Semua jenis obat anti-panik (trisiklik, benzodizepin, RIMA, SSRI) sama efektifnya guna menanggulangi sindrom panik pada taraf sedang dan pada stadium awal dari gangguan panik. Pengaturan dosis pemberian obat anti-panik adalah dengan melihat keseimbangan antara efek samping dan khasiat obat. Mulai dengan dosis rendah, secara perlahan-lahan dosis dinaikkan dalam beberapa minggu untuk meminimalkan efek samping dan mencegah terjadinya toleransi obat.

Dosis efektif biasanya dicapai dalam waktu 2-3 bulan. Dosis pemeliharaan umumnya agak tinggi, meskipun sifatnya individual. Lama pemberian obat bersifat individual, namun pada umunmya selama 6-12 bulan, kemudian dihentikan secara bertahap selama 3 bulan bila kondisi klien sudah memungkinkan. Ada beberapa klien yang memerlukan pengobatan bertahun-tahun untuk mempertahankan bebas gejala dan bebas dari disabilitas. Obat ini kontra indikasi diberikan pada wanita hamil atau menyusui.

C. PERAN PERAWAT DALAM PEMBERIAN OBAT PSIKOFARMAKA

Karena Anda telah mampu memahami dengan baik permasalahan yang dialami dan strategi pemberian obat psikofarmaka pada klien gangguan jiwa, maka bahasan selanjutnya adalah peran perawat dalam pemberian psikofarmaka. Adapun langkah-langkah tersebut akan diuraikan sebagai berikut.
  1. Pengkajian. Pengkajian secara komprehensif akan memberikan gambaran yang sesungguhnya tentang kondisi dan masalah yang dihadapi klien, sehingga dapat segera menentukan langkah kolaboratif dalam pemberian psikofarmaka.
  2. Koordinasi terapi modalitas. Koordinator merupakan salah satu peran seorang perawat. Perawat harus mampu mengkoordinasikan berbagai terapi modalitas dan program terapi agar klien memahami manfaat terapi dan memastikan bahwa program terapi dapat diterima oleh klien.
  3. Pemberian terapi psikofarmakologik. Perawat memiliki peran yang sangat besar untuk memastikan bahwa program terapi psikofarmaka diberikan secara benar. Benar klien, benar obat, benar dosis, benar cara pemberian, dan benar waktu.
  4. Pemantauan efek obat. Perawat harus harus memantau dengan ketat setiap efek obat yang diberikan kepada klien, baik manfaat obat maupun efek samping yang dialami oleh klien.
  5. Pendidik klien. Sebagai seorang edukator atau pendidik perawat harus memberikan pendidikan pendidikan kesehatan bagi klien dan keluarga sehingga klien dan keluarga memahami dan mau berpartisipasi aktif di dalam melaksanakan program terapi yang telah ditetapkan untuk diri klien tersebut.
  6. Program rumatan obat. Bertujuan untuk memberikan bekal pengetahuan kesehatan pada klien mengenai pentingnya keberlanjutan pengobatan pasca dirawat.
  7. Peran serta dalam penelitian klinik interdisiplin terhadap uji coba obat. Perawat berperan serta secara aktif sebagai bagian dari tim penelitian pengobatan klien.

D. EVALUASI PEMBERIAN OBAT PSIKOFARMAKA

Evaluasi pemberian obat harus terus menerus perawat lakukan untuk menilai efektivitas obat, interaksi obat maupun efek samping pemberian obat. Berikut ini evaluasi yang harus dilakukan:
  1. Pemberian obat jenis benzodiazepine, nonbenzodiazepin, antidepresan trisiklik, MAOI, litium, antipsikotik. Benzodiazepin pada umumnya menimbulkan adiksi kuat kecuali jika penghentian pemberiannya dilakukan dengan tapering bertahap tidak akan menimbulkan adiksi. Penggunaan obat ini apabila dicapur (digunakan bersamaan) dengan obat barbiturate atau alcohol akan menimbulkan efek adiksi. Monitoring timbulnya efek samping seperti sedasi, ataksia, peka rangsang, gangguan daya ingat.
  2. Penggunaan obat golongan nonbenzodiazepin memiliki banyak kerugian seperti terjadi toleransi terhadap efek antiansietas dari barbiturate, lebih adiktif, menyebabkan reaksi serius dan bahkan efek lethal pada gejala putus obat, berbahaya jika obat diberikan dalam dosis yang besar dapat menyebabkan depresi susunan saraf pusat, serta menyebabkan efek samping yang berbahaya.
  3. Golongan antidepresan trisiklik dapat menjadi letal bila diberikan dalam dosis yang besar karena efek obat menjadi lebih lama (3-4 minggu), obat ini relatif aman karena tidak memiliki efek samping jika digunakan dalam jangka waktu yang lama jika diberikan dalam dosis yang tepat. Efek samping menetap dapat diminimalkan dengan sedikit menurunkan dosis, obat ini tidak menyebabkan euphoria, dapat diberikan satu kali dalam sehari. Tidak mengakibatkan adiksi tetapi intoleransi terhadap vitamin B6.
  4. Penggunaan litium dapat menimbulkan toksisitas litium yang dapat mengancam jiwa. Perawat harus memantau kadar litium dalam darah. Jika pemberian litium tidak menimbulkan efek yang diharapkan, obat ini dapat dikombinasi dengan obat anti depresan lain. Perlunya pendidikan kesehatan untuk klien mengenai cara memantau kadar litium.
  5. Penggunaan anti psikotik harus mempertimbangkan pedoman sebagai berikut bahwa dosis anti psikotik sangat bervariasi untuk tiap individu. Dosis diberikan satu kali sehari, efek terapi akan didapatkan setelah 2-3 hari tetapi dapat sampai 2 minggu. Pada pengobatan jangka panjang, perlu dipertimbangkan pemberian klozapin setiap minggu untuk memantau penurunan jumlah sel darah putih.