Widget HTML #1

Terapi Modalitas dalam Keperawatan Jiwa


Terapi modalitas merupakan terapi utama dalam keperawatan jiwa. Sebagai seorang terapis, perawat harus mampu mengubah perilaku maladaptif pasien menjadi perilaku yang adaptif serta meningkatkan potensi yang dimiliki pasien.

Ada bermacam-macam terapi modalitas dalam keperawatan jiwa seperti terapi individu, terapi keluarga, terapi bermain, terapi lingkungan dan terapi aktivitas kelompok. Terapi modalitas dapat dilakukan secara individu maupun kelompok atau dengan memodifikasi lingkungan dengan cara mengubah seluruh lingkungan menjadi lingkungan yang terapeutik untuk klien, sehingga memberikan kesempatan klien untuk belajar dan mengubah perilaku dengan memfokuskan pada nilai terapeutik dalam aktivitas dan interaksi.

Ada beberapa jenis terapi modalitas dalam keperawatan jiwa, selengkapnya akan dijelaskan di bawah ini.

1. Terapi Individu

Adalah suatu hubungan yang terstruktur yang terjalin antara perawat dan klien untuk mengubah perilaku klien. Dimana hubungan yang terjalin merupakan hubungan yang disengaja dengan tujuan terapi, dilakukan dengan tahapan sistematis (terstruktur) sehingga melalui hubungan ini diharapkan terjadi perubahan tingkah laku klien sesuai dengan tujuan yang ditetapkan di awal hubungan.

Hubungan terstruktur dalam terapi individual ini, bertujuan agar klien mampu menyelesaikan konflik yang dialaminya. Selain itu klien juga diharapkan mampu meredakan penderitaan (distress) emosional, serta mengembangkan cara yang sesuai dalam memenuhi kebutuhan dasarnya.

Tahapan hubungan dalam terapi individual meliputi:

a. Tahapan Orientasi

Tahap orientasi dilakukan ketika perawat pertama kali berinteraksi dengan klien.dilaksanakan pada tahap ini, tindakan yang pertama kali harus dilakukan adalah membina hubungan saling percaya dengan klien. Hubungan saling percaya antara perawat dan klien sangat penting terjalin, karena dengan terjalinnya hubungan saling percaya, klien dapat diajak untuk mengekspresikan seluruh permasalahannya dan ikut bekerja sama dalam menyelesaikan masalah yang dialami, sepanjang berhubungan dengan perawat.

Bila hubungan saling percaya telah terbina dengan baik, tahapan berikutnya adalah klien bersama perawat mendiskusikan apa yang menjadi penyebab timbulnya masalah yang terjadi pada klien, jenis konflik yang terjadi, juga dampak dari masalah tersebut terhadap klien Tahapan orientasi diakhiri dengan adanya kesepakatan antara perawat dan klien tentang tujuan yang hendak dicapai dalam hubungan perawat-klien dan bagaimana kegiatan yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan tersebut.

b. Tahapan Kerja

Pada tahap ini perawat memiliki peran yang sangat penting sebagai seorang terapis dalam memberikan berbagi intervensi keperawatan. Keberhasilan pada tahap ini ditandai dengan kemampuan perawat dalam menggali dan mengeksplorasi klien untuk mengungkapkan permasalahan yang dialami.

Pada tahap ini, klien dibantu untuk dapat mengembangkan pemahaman tentang dirinya, dan apa yang terjadi dengan dirinya. Selain itu klien didorong untuk berani mengubah perilaku dari perilaku maladaptif menjadi perilaku adaptif.

c. Tahapan Terminasi

Tahap terminasi terjadi bila klien dan perawat menyepakati bahwa masalah yang mengawali terjalinnya hubungan terapeutik telah terselesaikan dan klien telah mempu mengubah perilaku dari maladaptif menjadi adaptif. Pertimbangan lain untuk melakukan terminasi adalah apabila klien telah merasa lebih baik, terjadi peningkatan fungsi diri, social dan pekerjaan, serta yang terpenting adalah tujuan terapi telah tercapai.

2. Terapi Lingkungan

Terapi lingkungan adalah suatu terapi yang dilakukan dengan cara mengubah atau menata lingkungan agar tercipta perubahan perilaku pada klien dari perilaku maladaptif menjadi perilaku adaptif. Proses terapi dilakukan dengan mengubah seluruh lingkungan menjadi lingkungan yang terapeutik untuk klien. Dengan lingkungan yang terapeutik akan memberikan kesempatan klien untuk belajar dan mengubah perilaku dengan memfokuskan pada nilai terapeutik dalam aktivitas dan interaksi.

Penting sekali bagi seorang perawat untuk memberikan kesempatan, dukungan, pengertian agar klien dapat berkembang menjadi pribadi yang bertanggung jawab. Dengan terapi lingkungan klein belajar keterampilan baru seperti mentaati aturan yang berlaku, selain itu klien belajar untuk mewujudkan harapan dari lingkungan sekitar yang telah disepakati bersama serta belajar untuk menghadapi dan menyelesaikan tekanan dari teman (peer group), serta belajar berinteraksi dengan orang lain.

Tujuan akhir dari terapi lingkungan adalah meningkatnya kemampuan klien dalam berkomunikasi dan mengambil keputusan yang pada akhirnya harga diri klien meningkat. Selain itu dengan terapi lingkungan diajarkan cara beradaptasi dengan lingkungan baru di luar rumah sakit seperti lingkungan rumah, tempat kerja dan masyarakat.

3. Terapi Biologis

Penerapan terapi biologis atau terapi somatic didasarkan pada model medical di mana gangguan jiwa dipandang sebagai penyakit. Pandangan model ini berbeda dengan model konsep terapi yang lain karena model terapi ini memandang bahwa gangguan jiwa murni disebabkan karena adanya gangguan pada jiwa semata, tanpa mempertimbangkan adanya kelainan patofisiologis.

Proses terapi dilakukan dengan melakukan pengkajian spesifik dan pengelompokkan gejala dalam sindrom spesifik. Perilaku abnormal dipercaya akibat adanya perubahan biokimiawi tertentu. Beberapa jenis terapi somatic gangguan jiwa seperti: pemberian obat (medikasi psikofarmaka), intervensi nutrisi, electro convulsive therapy (ECT), foto terapi, dan bedah otak. Beberapa terapi yang sampai sekarang tetap diterapkan dalam pelayanan kesehatan jiwa meliputi medikasi psikoaktif dan ECT.

4. Terapi Kognitif

Prinsip terapi ini adalah memodifikasi keyakinan dan sikap yang mempengaruhi perasaan dan perilaku klien. Proses terapi dilakukan dengan membantu menemukan stressor yang menjadi penyebab gangguan jiwa, selanjutnya mengidentifikasi dan mengubah pola pikir dan keyakinan yang tidak akurat menjadi akurat.

Terapi kognitif berkeyakinan bahwa gangguan perilaku terjadi akibat pola keyakinan dan berpikir klien yang tidak akurat. Untuk itu salah satu prinsip terapi ini adalah modifikasi perilaku dengan mengubah pola berpikir dan keyakinan tersebut.

Fokus asuhan adalah membantu klien untuk mengevaluasi kembali ide, nilai yang diyakini serta harapan dan kemudian dilanjutkan dengan menyusun perubahan kognitif.

Pemberian terapi kognitif bertujuan untuk:

  • Mengembangkan pola berpikir yang rasional. Mengubah pola berpikir tak rasional yang sering mengakibatkan gangguan perilaku menjadi pola berpikir rasional berdasarkan fakta dan informasi yang aktual.
  • Membiasakan diri selalu menggunakan cara berfikir realita dalam menanggapi setiap stimulus sehingga terhindar dari distorsi pikiran.
  • Membentuk perilaku baru dengan pesan internal. Perilaku dimodifikasi dengan terlebih dahulu mengubah pola berpikir.

Bentuk intervensi dalam terapi kognitif meliputi mengajarkan untuk mensubstitusi pikiran klien, belajar penyelesaian masalah dan memodifikasi percakapan diri negatif.

5. Terapi Keluarga

Terapi keluarga adalah terapi yang diberikan kepada seluruh anggota keluarga dimana setiap anggota keluarga memiliki peran dan fungsi sebagai terapis. Terapi ini bertujuan agar keluarga mampu melaksanakan fungsinya dalam merawat klien dengan gangguan jiwa. Untuk itu sasaran utama terapi jenis ini adalah keluarga yang mengalami disfungsi; yaitu keluarga yang tidak mampu melaksanakan fungsi-fungsi yang dituntut oleh anggotanya.

Dalam terapi keluarga semua masalah keluarga yang dirasakan diidentifikasi selanjutnya setiap anggota keluarga mengidentifikasi penyebab masalah tersebut dan kontribusi setiap anggota keluarga terhadap munculnya masalah.untuk kemudian mencari solusi untuk mempertahankan keutuhan keluarga dan meningkatkan atau mengembalikan fungsi keluarga seperti yang seharusnya.

Proses terapi keluarga terdiri dari tiga tahapan yaitu:

  • Fase 1 (perjanjian). Di fase pertama perawat dan klien mengembangkan hubungan saling percaya, isu-isu keluarga diidentifikasi, dan tujuan terapi ditetapkan bersama. 
  • Fase 2 (kerja). Fase kedua atau fase kerja adalah keluarga dengan dibantu oleh perawat sebagai terapis berusaha mengubah pola interaksi antar anggota keluarga, meningkatkan kompetensi masing-masing anggota keluarga, dan mengeksplorasi batasan-batasan dalam keluarga serta peraturan-peraturan yang selama ini ada.
  • Fase 3 (terminasi). Terapi keluarga diakhiri di fase terminasi di mana keluarga mampu memecahkan masalah yang dialami dengan mengatasi berbagai isu yang timbul. Keluarga juga diharapkan dapat mempertahankan perawatan yang berkesinambungan.

6. Terapi Aktivitas Kelompok

Terapi kelompok merupakan suatu psikoterapi yang diberikan kepada sekelompok pasien dilakukan dengan cara berdiskusi antar sesama pasien dan dipimpin atau diarahkan oleh seorang therapist atau petugas kesehatan jiwa yang telah terlatih.

Manfaat TAK

Secara umum terapi aktivitas kelompok mempunyai manfaat:
  • Meningkatkan kemampuan menilai dan menguji kenyataan (reality testing) melalui komunikasi dan umpan balik dengan atau dari orang lain.
  • Meningkatkan kemampuan sosialisasi pasien
  • Meningkatkan kesadaran tentang pentingnya hubungan antara reaksi emosional diri sendiri dengan perilaku defensive (bertahan terhadap stress) dan adaptasi.
  • Membangkitkan motivasi bagi kemajuan fungsi-fungsi psikologis seperti kognitif dan afektif.

Secara khusus tujuan terapi aktivitas kelompok adalah
  • Meningkatkan identitas diri pasien
  • Menyalurkan emosi pasien secara konstruktif.
  • Meningkatkan keterampilan hubungan sosial yang akan membantu pasien di dalam kehidupan sehari-hari.
  • Bersifat rehabilitatif: meningkatkan kemampuan ekspresi diri, keterampilan sosial, kepercayaan diri, kemampuan empati, dan meningkatkan kemampuan tentang masalah-masalah kehidupan dan pemecahannya.

Jenis Terapi Aktivitas Kelompok

#1 TAK: Stimulasi Persepsi

Definisi (TAK): Stimulasi Persepsi
Adalah terapi yang menggunakan aktivitas sebagai stimulus yang terkait dengan pengalaman dan atau kehidupan untuk didiskusikan dalam kelompok. Hasil diskusi kelompok dapat berupa kesepakatan persepsi atau alternatif penyelesaian masalah.

Fokus terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi adalah membantu pasien yang mengalami kemunduran orientasi. Terapi ini sangat efektif untuk pasien yang mengalami gangguan persepsi; halusinasi, menarik diri , gangguan orientasi realitas, kurang inisiatif atau ide.

Pasien yang mengikuti kegiatan terapi ini merupakan pasien yang kooperatif, sehat fisik, dan dapat berkomunikasi verbal.

Tujuan TAK stimulasi persepsi
  • Tujuan umum, yaitu: pasien memiliki kemampuan dalam menyelesaikan masalah yang diakibatkan oleh paparan stimulus yang diterimanya
  • Tujuan khususnya:
    • Pasien dapat mempersepsikan stimulus yang dipaparkan kepadanya dengan tepat.
    • Klien dapat menyelesaikan masalah yang timbul dari stimulus yang dialami.

Aktivitas dalam TAK terbagi dalam empat bagian
  1. Mempersepsikan stimulus nyata sehari-hari. Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) Stimulasi Persepsi yang dilakukan adalah: menonton televisi. membaca majalah/koran/artikel dan melihat gambar.
  2. Stimulus nyata dan respons yang dialami dalam kehidupan. Untuk TAK ini pasien yang mengikuti adalah pasien dengan halusinasi, dan pasien menarik diri yang telah mengikuti TAKS, dan pasien dengan perilaku kekerasan. Aktivitas ini dibagi dalam beberapa sesi yang tidak dapat dipisahkan, yaitu:
    • Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi: mengenal kekerasan yang bisa dilakukan materi terapi ini meliputi penyebab, tanda dan gejala, perilaku kekerasan; akibat perilaku kekerasan.
    • Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi: mencegah perilaku kekerasan melalui kegiatan fisik
    • Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi: mencegah perilaku kekerasan melalui interaksi sosial asertif;
    • Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi: mencegah perilaku kekerasan melalui kepatuhan minum obat;
    • Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi: mencegah perilaku kekerasan melalui kegiatan ibadah.
  3. Stimulus yang tidak nyata dan respons yang dialami dalam kehidupan. Aktivitas dibagi dalam beberapa sesi yang tidak dapat dipisahkan, yaitu:Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi: mengenal halusinasi

#2 Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi

Tujuan umum dari terapi aktivitas kelompok sosialisasi adalah meningkatkan kemampuan sosialisasi pada pasien dengan isolasi sosial. Sedangkan tujuan khususnya adalah:
  • Meningkatkan kemampuan komunikasi verbal pasien
  • Pasien dapat meningkatkan kemampuan komunikasi non verbal
  • Pasien dapat berlatih mematuhi peraturan
  • Pasien dapat meningkatkan interaksi dengan klien lain
  • Pasien dapat meningkatkan partisipasi dalam kelompok
  • Pasien dapat mengungkapkan pengalamannya yang menyenangkan
  • Pasien dapat menyatakan perasaan tentang terapi aktivitas kelompok sosialisasi

Kriteria pasien yang dapat mengikuti terapi aktivitas kelompok sosialisasi adalah:
  • Pasien menarik diri yang cukup kooperatif
  • Klien yang sulit mengungkapkan perasaannya melalui komunikasi verbal
  • Klien dengan gangguan menarik diri yang telah dapat berinteraksi dengan orang lain
  • Klien dengan kondisi fisik yang dalam keadaan sehat (tidak sedang mengidap penyakit fisik tertentu seperti diare, thypoid dan lain-lain)
  • Klien halusinasi yang sudah dapat mengontrol halusinasinya
  • Klien dengan riwayat marah/amuk yang sudah tenang

Tahapan terapi aktifitas kelompok (TAK)

Terapi aktifitas kelompok terdiri dari 4 fase yaitu:
  1. Fase Prakelompok. Fase ini dimulai dengan membuat tujuan terapi, menentukan leader, jumlah anggota, kriteria anggota, tempat dan waktu kegiatan serta media yang digunakan. Jumlah anggota pada terapi kelompok biasanya 7-8 orang. Sedangkan jumlah minimum 4 dan maksimum 10. Kriteria anggota yang da mengikuti terapi aktifitas kelompok adalah: sudah terdiagnosa baik medis maupun keperawatan, tidak terlalu gelisah, tidak agresif, serta tidak terdiagnosa dengan waham.
  2. Fase Awal Kelompok. Fase ini ditAndai dengan timbulnya ansietas karena masuknya anggota kelompok, dan peran baru. fase ini terbagi atas tiga fase, yaitu orientasi, konflik, dan kohesif.
    • Tahap orientasi. Pada fase ini anggota mulai mencoba mengembangkan sistem sosial masing-masing, leader menunjukkan rencana terapi dan menyepakati kontrak dengan anggota.
    • Tahap konflik. Merupakan masa sulit dalam proses kelompok. Pemimpin perlu memfasilitasi ungkapan perasaan, baik positif maupun negatif dan membantu kelompok mengenali penyebab konflik. Serta mencegah perilaku perilaku yang tidak produktif.
    • Tahap kohesif. Anggota kelompok merasa bebas membuka diri tentang informasi dan lebih intim satu sama lain.
  3. Fase Kerja Kelompok. Pada fase ini, kelompok sudah menjadi tim. Kelompok menjadi stabil dan realistis. Pada akhir fase ini, anggota kelompok menyadari produktivitas dan kemampuan yang bertambah disertai percaya diri dan kemandirian.
  4. Fase Terminasi. Fase ini ditAndai oleh perasaan puas dan pengalaman kelompok akan digunakan secara individual pada kehidupan sehari-hari. Terminasi dapat bersifat sementara (temporal) atau akhir.

7. Terapi Perilaku

Anggapan dasar dari terapi perilaku adalah bahwa perilaku timbul akibat proses pembelajaran. Teknik dasar yang digunakan dalam terapi jenis ini adalah:
  • Role model
  • Kondisioning operan
  • Desensitisasi sistematis
  • Pengendalian diri
  • Terapi aversi atau relaks kondisi

Strategi teknik role model adalah mengubah perilaku dengan memberi contoh perilaku adaptif untuk ditiru klien. Dengan teknik ini klien akan mencontoh dan mampelajari serta meniru perilaku tersebut. Teknik ini biasanya dikombinasikan dengan teknik konditioning operan dan desensitisasi.

Konditioning operan disebut juga penguatan positif, pada teknik ini seorang terapis memberi penghargaan kepada klien terhadap perilaku yang positif yang telah ditampilkan oleh klien. Dengan penghargaan dan umpan balik positif diharapkan klien akan mempertahankan atau meningkatkannya.

Terapi perilaku yang sangat cocok diterapkan pada klien fobia adalah teknik desensitisasi sistematis yaitu teknik mengatasi kecemasan terhadap sesuatu stimulus atau kondisi dengan cara bertahap. Dalam keadaan relaks, secara bertahap klien diperkenalkan/dipaparkan terhadap stimulus atau situasi yang menimbulkan kecemasan. Intensitas pemaparan stimulus makin meningkat seiring dengan toleransi klien terhadap stimulus tersebut. Hasil akhir dari terapi ini adalah klien berhasil mengatasi ketakutan atau kecemasannya akan stimulus tersebut.

Untuk mengatasi perilaku maladaptive, klien dapat dilatih dengan menggunakan teknik pengendalian diri. Bentuk latihannya adalah berlatih mengubah kata-kata negatif menjadi kata-kata positif. Apabila ini berhasil maka, klien memiliki kemampuan untuk mengendalikan perilaku sehingga terjadinya penurunan tingkat distress klien. Mengubah perilaku dapat juga dilakukan dengan memberi penguatan negatif. Caranya adalah dengan memberi pengalaman ketidaknyamanan untuk mengubah perilaku yang maladaptif. Bentuk ketidaknyamanan, dapat berupa menghilangkan stimulus positif sebagai “punishment” terhadap perilaku maladaptive tersebut. Dengan teknik ini klien belajar untuk tidak mengulangi perilaku demi menghindari konsekuensi negatif yang akan diterima akibat perilaku negatif tersebut.

8. Terapi Bermain

Terapi bermain diterapkan karena ada anggapan dasar bahwa anak-anak akan dapat berkomunikasi dengan baik melalui permainan dari pada dengan ekspresi verbal. Dengan bermain perawat dapat mengkaji tingkat perkembangan, status emosional anak, hipotesa diagnostiknya, serta melakukan intervensi untuk mengatasi masalah anak.

Prinsip terapi bermain meliputi membina hubungan yang hangat dengan anak, merefleksikan perasaan anak yang terpancar melalui permainan, mempercayai bahwa anak dapat menyelesaikan masalahnya, dan kemudian menginterpretasikan perilaku anak tersebut

Terapi bermain diindikasikan untuk anak yang mengalami depresi, ansietas, atau sebagai korban penganiayaan (abuse). Terapi bermain juga dianjurkan untuk klien dewasa yang mengalami stress pasca trauma, gangguan identitas disosiatif dan klien yang mengalami penganiayaan.