Widget HTML #1

Asuhan Keperawatan (Askep) Pasien dengan Anemia

BLOGPERAWAT.NET - Selamat bertemu kembali di blog ini, sekarang kita akan belajar tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan anemia. Simak ulasannya di bawah ini.

Pengertian Anemia

Anemia adalah keadaan dimana rendahnya jumlah sel darah merah dan kadar hemoglobin (hb) sehingga hematokrit (HT)/viskositas darah menjadi encer. Anemia menunjukkan suatu gejala penyakit atau perubahan fungsi tubuh bukan suatu penyakit.

Para ahli juga mendefinisikan anemia sebagai berikut:
  • Anemia didefinisikan sebagai konsentrasi hemoglobin (Hb) yang rendah dalam darah (WHO,2015).
  • National Institute of Health(NIH) Amerika 2011 menyatakan bahwa anemia terjadi ketika tubuh tidak memiliki jumlah sel darah merah yang cukup (Fikawati, Syafiq, & Veretamala, 2017).
  • Anemia gizi adalah suatu keadaan dengan kadar hemoglobin darah yang lebih rendah daripada normal sebagai akibat ketidakmampuan jaringan pembentuk sel darah merah dalam produksinya guna mempertahankan kadar hemoglobin pada tingkat normal. Anemia gizi besi adalah anemia yang timbul karena kekurangan zat besi sehingga pembentukan sel-sel darah merah dan fungsi lain dalam tubuh terganggu (Adriani & Wijatmadi, 2012).
  • Secara definisi, anemia defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh kurangnya zat besi dalam tubuh sehingga kebutuhan besi untuk eritropoesis tidak cukup ditandai dengan gambaran sel darah merah yang hipokrom mikrositik, kadar besi serum dan saturasi (jenuh) transferrin menurun, mampu ikat besi total (TIBC) meninggi dan cadangan besi dalam sumsum tulang dan tempat lain sangat kurang atau tidak sama sekali (Gultom 2003).

Anemia terbagi dalam beberapa jenis (Brunner dan Suddarth, 2000) yaitu:
  1. Ketidak adekuatan pembentukan sel darah merah (eritropoiesis)
  2. Penghancuran sel darah merah yang berlebihan (hemolisi) atau terlalu cepat
  3. Kehilangan darah (penyebab yang paling umum) seperti perdarahan atau menstruasi yang berkepanjangan
  4. Kurangnya nutrisi yaitu defisiensi vitamin B12 atau vitamin C atau zat besi
  5. Faktor heriditer

Etiologi Anemia

Anemia terjadi sebagai akibat gangguan atau rusaknya mekanisme produksi sel darah merah sehingga menurunnya produksi sel darah merah sebagai akibat kegagalan dari sumsum tulang, meningkatnya penghancuran sel-sel darah merah, perdarahan, dan rendahnya kadar ertropoetin, misalnya pada gagal ginjal kronik.

Menurut Dr. Sandra Fikawati, Ahmad Syafiq, Ph.D, Arinda Veretamala (2017) dalam bukunya "Gizi Anak Dan Remaja" penyebab anemia adalah:
  • Meningkatnya kebutuhan zat besi ⇒ Kebutuhan zat besi pada remaja memuncak pada usia 14 - 15 tahun untuk perempuan dan satu sampai dua tahun kemudian untuk laki-laki. Setelah kematangan seksual, terjadi penurunan kebutuhan zat besi. Pada remaja perempuan, menstruasi mulai terjadi satu tahun setelah puncak pertumbuhan sehingga kebutuhan zat besi akan tetap tinggi sampai usia reproduktif untuk mengganti kehilangan zat besi yang terjadi saat menstruasi. Oleh karena itu remaja putri lebih rentan anemia dibanding remaja putra.
  • Kurangnya asupan zat besi ⇒ Penyebab lain dari anemia gizi besi adalah rendahnya asupan dan buruknya bioavailabilitas dari zat besi yang dikonsumsi, yang berlawanan dengan tingginya kebutuhan zat besi pada masa remaja.
  • Kehamilan usia remaja ⇒ Kehamilan meningkatkan kebutuhan zat besi dan berpengaruh terhadap semakin parahnya kekurangan zat besi dan anemia gizi besi yang dialami remaja perempuan.
  • Penyakit infeksi dan parasit ⇒ Sering terjadinya penyakit infeksi dan infeksi parasit di negara berkembang juga dapat meningkatkan kebutuhan zat besi dan memperbesar peluang terjadinya status gizi negatif dan anemia gizi besi.
  • Sosial-Ekonomi ⇒ Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 juga menunjukan bahwa masyarakat pedesaan (22,8%) lebih banyak mengalami anemia di bandingkan dengan masyarakat yang tinggal di perkotaan (20,6%).
  • Status gizi ⇒ Ada hubungan antara status gizi dengan kejadian anemia. Remaja dengan status gizi kurus mempunyai risiko mengalami anemia 1,5 kali dibandingkan remaja dengan status gizi normal.
  • Pengetahuan ⇒ Pengetahuan seseorang dapat membantu keyakinan tertentu sehingga seseorang berprilaku sesuai keyakinan tersebut.

Gejala Anemia

Untuk melihat gejala yang muncul dari pasien anemia tentunya tidak lepas dari fungsi sel darah merah itu sendiri. Fungsi sel darah merah adalah sebagai pengangkut oksigen, sedangkan fungsi oksigen adalah untuk metabolisme, dengan adanya penurunan jumlah oksigen maka metabolisme ikut
turun juga, maka gejala yang akan timbul adalah kelelahan, berat badan menurun, letargi, dan membran mukosa menjadi pucat.

Menurut Natalia Erlina Yuni (2015) dalam bukunya yang berjudul kelainan darah menyebutkan gejala anemia sebagai berikut:
  • Kulit pucat
  • Detak jantung meningkat
  • Sulit bernafas
  • Kurang tenaga atau cepat lelah
  • Pusing terutama saat berdiri
  • Sakit kepala
  • Siklus menstruasi tidak menentu
  • Lidah yang bengkak dan nyeri
  • Kulit mata dan mulut berwarna kuning
  • Limpa atau hati membesar
  • Penyembuhan luka atau jaringan yang terganggu.
Apabila timbulnya anemia perlahan (kronis) seperti menstruasi berkepanjangan, mungkin hanya timbul sedikit gejala hal ini disebabkan karena pasien telah beradaptasi dengan kondisi kekurangan oksigen, sedangkan pada anemia akut yang terjadi adalah sebaliknya.

Faktor penatalaksanaan yang patut dipertimbangkan untuk pasien anemia terpusat pada penurunan kemampuan darah untuk mengangkut oksigen, dan pada beberapa kasus, mengenai kecendrungan rusaknya mekanisme pertahanan selular.

Patofisiologi Anemia

Bahwa anemia salah satu adanya kegagalan sumsum tulang atau kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum tulang dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, terpaparnya bahan toksik, invasi tumor, atau akibat penyebab yang tidak diketahui.

Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis. Lisis sel darah merah terjadi dalam sel fagostik atau dalam sistem retikulo endothelial, terutama dalam hati dan limpa.

Sebagai hasil sampingan dari proses tersebut, billirubin yang terbentuk dalam fagosit akan memasuki aliran darah. Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, maka hemoglobin akan muncul dalam plasma.

Apabila konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas hemoglobin plasma, hemoglobin akan berdifusi dalam glumerulus ginjal dan ke dalam urine.

Pada dasarnya gejala anemia timbul karena dua hal berikut:
  • Anoksia organ target karena berkurangnya jumlah oksigen yang dapat dibawa oleh darah ke jaringan.
  • Mekanisme kompensasi terhadap anemia.

Gejala yang muncul pada pasien anemia tentu bergantung pada penyakit yang mendasarinya, demikian juga dengan keparahan serta kronisitasnya anemia.

Manifestasi anemia dapat dijelaskan melalui prinsip-prinsip patofisologik, sebagian besar tanda dan gejala anemia mewakili penyesuaian kardiovaskuler dan ventilasi yang mengkompensasi penurunan massa sel darah merah.

Derajat saat gejala-gejala timbul pada pasien anemia tergantung pada beberapa faktor pendukung. Jika anemia timbul dengan cepat, mungkin tidak cukup waktu untuk berlangsungnya penyesuaian kompensasi. Dan pasien akan mengalami gejala yang lebih jelas dari pada jika anemia dengan derajat kesakitan yang sama, yang timbul secara tersamar.

Lebih lanjut, keluhan pasien tergantung pada adanya penyakit vaskuler setempat. Misalnya, angina pektoris, klaudikasio intermiten, atau leukeumia serebral sepintas yang tersamar oleh perjalanan anemia.

Penatalaksanaan Anemia

Berdasarkan uraian di atas, maka penatalaksanaan dari pasien anemia pada prinsipnya melihat dari kasusnya.

Pada setiap kasus anemia perlu diperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut ini:
  1. Terapi spesifik sebaiknya diberikan setelah diagnosis ditegakkan.
  2. Terapi diberikan atas indikasi yang jelas, rasional, dan efisien.
  3. Jenis-jenis terapi yang dapat diberikan adalah: Pada kasus anemia dengan payah jantung atau ancaman payah jantung, maka harus segera diberikan terapi darurat dengan transfuse sel darah merah yang dimampatkan (PRC) untuk mencegah perburukan payah jantung tersebut.
Terapi khas untuk masing-masing anemia terapi ini bergantung pada jenis anemia yang di jumpai, misalnya preperat besi untuk anemia defesiensi besi. Terapi kausal, terapi kausal merupakan terapi untuk mengobati penyakit dasar yang menjadi penyebab anemia misalnya anemia defisiensi besi yang disebabkan oleh infeksi cacing-cacing tambang.

Terapi ex-juvantivus (empires) terapi yang terpaksa diberikan sebelum diagnosis dapat dipastikan jika terapi ini berhasil berarti diagnosis dapat dikuatkan. Terapi. Terapi ini hanya dilakukan jika tersedia fasilitas diagnosis yang mencukupi. Pada pemberian terapi jenis ini, penderita harus diawasi dengan ketat. Jika terdapat respon yang baik, terapi diteruskan, tetapi jika tidak terdapat respon, maka harus dilakukan evaluasi kembali.

Pemeriksaan Penunjang

Untuk menegakkan diagnosa anemia, maka diperlukan pemeriksaan penunjang antara lain Pemeriksaan laboratorium hematolgis dilakukan secara bertahap sebagai berikut:
  • Tes penyaring, tes ini dikerjakan pada tahap awal pada setiap kasus anemia. Dengan pemeriksaan ini, dapat dipastikan adanya anemia dan bentuk morfologi anemia tersebut. Pemeriksaan ini meliputi pengkajian pada komponen-komponen berikut ini: kadar hemoglobin, indeks eritrosit, (MCV, MCV, Dan MCHC), apusan darah tepi.
  • Pemeriksaan rutin merupakan pemeriksaan untuk mengetahui kelainan pada sistem leukosit dan trombosit. Pemeriksaan yang dikerjakan meliputi laju endap darah (LED), hitung diferensial, dan hitung retikulosit.
  • Pemeriksaan sumsum tulang: pemeriksaan ini harus dikerjakan pada sebagian besar kasus anemia untuk mendapatkan diagnosis defenitif meskipun ada beberapa kasus yang diagnosisnya tidak memerlukan pemeriksaan sumsum tulang.
  • Pemeriksaan atas indikasi khusus, pemeriksaan ini akan dikerjakan jika telah mempunyai dugaan diagnosis awal sehingga fungsinya adalah untuk mengkonfirmasi dugaan diagnosis tersebut, komponennya berikut ini:
    • Anemia defisiensi besi: serum iron, TIBC, saturasi transferin, dan feritin serum.
    • Anemia megaloblastik: asam folat darah/ertrosit, vitamin B12.
    • Anemia hemolitik: hitung retikulosit, tes coombs, dan elektroforesis Hb.
    • Anemia pada leukeumia akut biasanya dilakukan pemeriksaan sitokimia.
  • Sedangkan pemeriksaan laboratorium non hematologis meliputi faal ginjal, faal endokrin terutama untuk melihat produksi eritropoitin, asam urat dan faal hati.

Asuhan Keperawatan

Setelah Anda belajar tentang konsep anemia, sekarang saatnya belajar tentang proses keperawatan yang diawali dari pengkajian, penentuan diagnosa keperawatan, penyusunan rencana keperawatan, implementasi dan evaluasi.

Pengkajian asuhan keperawatan Menurut doengoes pada pasien dengan anemia meliputi pengkajian, diagnosa dan perencanaan adalah sebagai berikut:

Pengkajian

a. Aktivitas/Istirahat

Gejala:
  • Keletihan, kelemahan, malaise umum.
  • Kehilangan produktivitas, penurunan semangat untuk bekerja
  • Toleransi terhadap latihan rendah
  • Kebutuhan untuk tidur dan istirahat lebih banyak.
Tanda:
  • Takikardia/takipnea; dispnea pada bekerja atau istirahat.
  • Letargi, menarik diri, apatis, lesu, dan kurang tertarik pada sekitarnya.
  • Kelemahan otot dan penurunan kekuatan.
  • Ataksia, tubuh tidak tegak.
  • Bahu menurun, postur lunglai, berjalan lambat, dan tanda-tanda lain yang menunjukkan keletihan.

b. Sirkulasi

Gejala:
  • Riwayat kehilangan darah kronis, misalnya perdarahan GI kronis, menstruasi berat; angina, Cronic Heart Failure (akibat kerja jantung berlebihan).
  • Riwayat endokarditis infektif kronis.
  • Palpitasi (takikardia kompensasi).
Tanda:
  • Tekanan darah; peningkatan sistolik dengan diastolik stabil dan tekanan nadi melebar; hipotensi postural.
  • Distrimia; Abnormalis EKG, misalnya depresi segmen ST dan pendataran atau depresi gelombang T; takikardia.
  • Bunyi jantung; murmur sistolik.
  • Ekstremitas (warna): pucat pada kulit dan membran mukosa (konjungtiva, mulut, faring, bibir) dan dasar kuku. (Catatan; pada pasien kulit hitam, pucat tampak sebagai keabu abuan); kulit seperti berlilin, pucat atau kuning lemon terang.
  • Sklera: Biru atau putih seperti mutiara.
  • Pengisian kapiler melambat (penurunan aliran darah ke perifer dan vasokonstriksi kompensasi).
  • Kuku; mudah patah, berbentuk seperti sendok (koikologikia).
  • Rambut; kering, mudah putus, menipis; tumbuh uban secara premature.

c. Integritas Ego

Tanda
  • Keyakinan agama/budaya mempengaruhi pilihan pengobatan, misalnya penolakan transfuse darah.
Gejala:
  • Depresi.

d. Eleminasi

Gejala:
  • Riwayat piclonefritis, gagal ginjal. Flatulen, sindrom malabsorpsi (DB).
  • Hematemasis, feses dengan darah segar, melena.
  • Diare atau konstipasi.
  • Penurunan haluaran urine
Tanda:
  • Distensi abdomen.

e. Makanan/cairan

Gejala:
  • Penurunan masukan diet, masukan diet protein hewani rendah/masukkan produk sereal tinggi (DB).
  • Nyeri mulut atau lidah, kesulitan menelan (ulkus pada faring).
  • Mual/muntah, dyspepsia, anoreksia.
Tanda:
  • Adanya penurunan berat badan.

f. Neurosensori

Gejala:
  • Sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, tinnitus, ketidak mampuan berkonsentrasi.
  • Insomnia, penurunan penglihatan, dan bayangan pada mata.
  • Kelemahan, keseimbangan buruk, kaki goyah ; parestesia tangan/kaki (AP) ; klaudikasi.
  • Sensasi menjadi dingin.
Tanda:
  • Peka rangsang, gelisah, depresi cenderung tidur, apatis.
  • Mental → tak mampu berespons, lambat dan dangkal.
  • Oftalmik → hemoragis retina (aplastik, AP).
  • Epitaksis → perdarahan dari lubang-lubang (aplastik).
  • Gangguan koordinasi, ataksia, penurunan rasa getar, dan posisi
  • anda Romberg positif, paralysis.

g. Nyeri/kenyamanan

Gejala:
  • Nyeri abdomen, sakit kepala

h. Pernapasan

Gejala:
  • Riwayat TB, abses paru.
  • Napas pendek pada istirahat dan aktivitas.
Tanda:
  • Takipnea, ortopnea, dan dispnea.

i. Seksualitas

Gejala:
  • Perubahan aliran menstruasi, misalnya menoragia atau amenore (DB).
  • Hilang libido (pria dan wanita).
  • Impotensi.
Tanda:
  • Serviks dan dinding vagina pucat.

Intervensi Keperawatan

Meliputi Perencanaan dilakukan sesuai dengan diagnosa yang telah ditentukan, adapun perencanaan menurut Doengoes 1999 adalah sebagai berikut:

a. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrient ke sel.

Tujuan: peningkatan perfusi jaringan

Intervensi keperawatan:
  1. Awasi Tanda vital kaji pengisian kapiler, warna kulit/membrane mukosa, dasar kuku.
  2. Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi.
  3. Awasi upaya pernapasan; auskultasi bunyi napas perhatikan bunyi adventisius.
  4. Selidiki keluhan nyeri dada/palpitasi.
  5. Hindari penggunaan botol penghangat atau botol air panas. Ukur suhu air mandi dengan thermometer.
  6. Kolaborasi pengawasan hasil pemeriksaan laboraturium. Berikan sel darah merah lengkap/packed produk darah sesuai indikasi.
  7. Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.

b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen (pengiriman) dan kebutuhan.

Tujuan: dapat mempertahankan/meningkatkan ambulasi/aktivitas.

Intervensi keperawatan:
  1. Kaji kemampuan aktivitas harian
  2. Kaji kehilangan atau gangguan keseimbangan, gaya jalan dan kelemahan otot.
  3. Observasi Tanda-Tanda vital sebelum dan sesudah aktivitas.
  4. Berikan lingkungan tenang, batasi pengunjung, dan kurangi suara bising, pertahankan tirah baring bila di indikasikan.
  5. Gunakan teknik menghemat energi, anjurkan pasien istirahat bila terjadi kelelahan dan kelemahan, anjurkan pasien melakukan aktivitas semampunya (tanpa memaksakan diri).

c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna atau ketidak mampuan mencerna makanan /absorpsi nutrient yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah.

Tujuan: kebutuhan nutrisi terpenuhi

Intervensi keperawatan:
  1. Kaji riwayat nutrisi, termasuk makan yang disukai.
  2. Observasi dan catat masukkan makanan pasien.
  3. Timbang berat badan setiap hari.
  4. Mengawasi penurunan berat badan atau efektivitas intervensi nutrisi.
  5. Berikan makan sedikit dengan frekuensi sering dan atau makan diantara waktu makan.
  6. Observasi dan catat kejadian mual/muntah, flatus dan dan gejala lain yang berhubungan.
  7. Gejala GI dapat menunjukkan efek anemia (hipoksia) pada organ.
  8. Berikan dan Bantu hygiene mulut yang baik ; sebelum dan sesudah makan, gunakan sikat gigi halus untuk penyikatan yang lembut. Berikan pencuci mulut yang di encerkan bila mukosa oral luka.
  9. Kolaborasi pada ahli gizi untuk rencana diet.
  10. Kolaborasi; pantau hasil pemeriksaan laboratorium.
  11. Kolaborasi; berikan obat sesuai indikasi.

d. Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi dan neurologist.

Tujuan: dapat mempertahankan integritas kulit.
Intervensi keperawatan:
  1. Kaji integritas kulit, catat perubahan pada turgor, gangguan warna, hangat local, eritema, ekskoriasi.
  2. Reposisi secara periodic dan pijat permukaan tulang apabila pasien tidak bergerak atau ditempat tidur.
  3. Anjurkan pemukaan kulit kering dan bersih. Batasi penggunaan sabun.
  4. Bantu untuk latihan rentang gerak.
  5. Gunakan alat pelindung, misalnya kulit domba, keranjang, kasur tekanan udara/air. Pelindung tumit/siku dan bantal sesuai indikasi. (kolaborasi)

e. Konstipasi atau Diare berhubungan dengan penurunan masukan diet; perubahan proses pencernaan; efek samping terapi obat.

Tujuan: menunjukkan perubahan perilaku/pola hidup, yang diperlukan sebagai penyebab, faktor pemberat.

Intervensi keperawatan:
  1. Observasi warna feses, konsistensi, frekuensi dan jumlah.
  2. Auskultasi bunyi usus.
  3. Awasi intake dan output (makanan dan cairan).
  4. Dorong masukkan cairan 2500-3000 ml/hari dalam toleransi jantung.
  5. Hindari makanan yang membentuk gas.
  6. Lakukan perawatan perianal setiap defekasi bila terjadi diare.
  7. Kolaborasi ahli gizi untuk diet siembang dengan tinggi serat dan bulk.
  8. Berikan pelembek feses, stimulant ringan, laksatif pembentuk bulk atau enema sesuai indikasi.
  9. Berikan obat antidiare, misalnya Defenoxilat Hidroklorida dengan atropine (Lomotil)

f. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan sekunder (penurunan hemoglobin leucopenia, atau penurunan granulosit (respons inflamasi tertekan)

Tujuan: infeksi tidak terjadi.

Intervensi keperawatan:
  1. Tingkatkan cuci tangan yang baik ; oleh pemberi perawatan dan pasien.
  2. Pertahankan teknik aseptic ketat pada prosedur/perawatan luka.
  3. Berikan perawatan kulit, perianal dan oral dengan cermat.
  4. Motivasi perubahan posisi/ambulasi yang sering, latihan batuk dan napas dalam.
  5. Tingkatkan masukkan cairan adekuat.
  6. Pantau/batasi pengunjung. Berikan isolasi bila memungkinkan.
  7. Pantau suhu tubuh. Catat adanya menggigil dan takikardia dengan atau tanpa demam.
  8. Amati eritema/cairan luka.
  9. Ambil specimen untuk kultur/sensitivitas sesuai indikasi
  10. Berikan antiseptic topical; antibiotic sistemik (kolaborasi).

g. Kurang pengetahuan sehubungan dengan kurang terpajan/mengingat; salah interpretasi informasi ; tidak mengenal sumber informasi.

Tujuan : pasien mengerti dan memahami tentang penyakit, prosedur diagnostic dan rencana pengobatan.

Intervensi keperawatan:
  1. Berikan informasi tentang anemia spesifik. Diskusikan kenyataan bahwa terapi
  2. tergantung pada tipe dan beratnya anemia.
  3. Tinjau tujuan dan persiapan untuk pemeriksaan diagnostik.
  4. Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.
  5. Berikan penjelasan pada klien tentang penyakitnya dan kondisinya sekarang.
  6. Anjurkan klien dan keluarga untuk memperhatikan diet makanan nya.
  7. Minta klien dan keluarga mengulangi kembali tentang materi yang telah diberikan.

Implementasi 

Setelah menyusun rencana keperawatan, maka langkah berikutnya adalah penerapan atau implementasi. Pelaksanaan merupakan tahap keempat dalam proses keperawatan dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan) yang telah direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan.

Dalam tahap ini perawat harus mengetahui berbagai hal diantaranya bahaya-bahaya fisik dan perlindungan pada pasien, teknik komunikasi, kemampuan dalam prosedur tindakan, pemahaman tentang hak-hak dari pasien serta dalam memahami tingkat perkembangan pasien.

Langkah berikutnya adalah membuat evaluasi, Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak.

Evaluasi Keperawatan

Dalam melakukan evaluasi perawat harusnya memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam memahami respons terhadap intervensi keperawatan, kemampuan menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang dicapai serta kemampuan dalam menghubungkan tindakan keperawatan pada kriteria hasil.