Widget HTML #1

Sejarah Singkat Istilah Promosi Kesehatan (Promkes)


BLOGPERAWAT.NET - Jika kita 'flashback' sejenak, perkembangan Promosi Kesehatan tidak terlepas dari perkembangan sejarah Kesehatan Masyarakat di Indonesia dan dipengaruhi juga oleh perkembangan Promosi Kesehatan International yaitu dimulainya program Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD) pada tahun 1975 dan tingkat Internasional tahun 1978 Deklarasi Alma Ata tentang Primary Health Care tersebut sebagai tonggak sejarah cikal bakal Promosi Kesehatan (Departemen Kesehatan, 1994).

Istilah Health Promotion (Promosi Kesehatan) sebenarnya sudah mulai dicetuskan setidaknya pada tahun 1986, ketika diselenggarakannya Konferensi Internasional pertama tentang Health Promotion di Ottawa, Canada pada tahun 1986.

Pada waktu itu dicanangkan ”the Ottawa Charter”, yang didalamnya memuat definisi serta prinsip-prinsip dasar Promosi kesehatan. Namun istilah tersebut pada waktu itu di Indonesia belum terlalu populer seperti sekarang. Pada masa itu, istilah yang cukup terkenal hanyalah Penyuluhan Kesehatan, selain itu muncul pula istilah-istilah populer lain seperti KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi), Social Marketing (Pemasaran Sosial) dan Mobilisasi Sosial.

Selanjutnya perkembangan Promosi Kesehatan di Indonesia adalah seperti uraian berikut ini:

1. Sebelum Tahun 1965

Pada saat itu istilahnya adalah Pendidikan Kesehatan. Dalam program-program kesehatan, Pendidikan Kesehatan hanya sebagai pelengkap pelayanan kesehatan, terutama pada saat terjadi keadaan kritis seperti wabah penyakit, bencana, dsb. Sasarannya perseorangan (individu), supaya sasaran program lebih kepada perubahan pengetahuan seseorang.

2. Periode Tahun 1965-1975

Pada periode ini sasaran program mulai perhatian kepada masyarakat. Saat itu juga dimulainya peningkatan tenaga profesional melalui program Health Educational Service (HES). Tetapi intervensi program masih banyak yang bersifat individual walau sudah mulai aktif ke masyarakat. Sasaran program adalah perubahan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan.

3. Periode Tahun 1975-1985

Istilahnya mulai berubah menjadi Penyuluhan Kesehatan. Di tingkat Departemen Kesehatan ada Direktorat PKM. PKMD menjadi andalan program sebagai pendekatan Community Development.

Saat itu mulai diperkenalkannya Dokter Kecil pada program UKS di SD. Departemen Kesehatan sudah mulai aktif membina dan memberdayakan masyarakat. Saat itulah Posyandu lahir sebagai pusat pemberdayaan dan mobilisasi masyarakat.

Sasaran program adalah perubahan perilaku masyarakat tentang kesehatan. Pendidikan kesehatan pada era tahun 80-an menekankan pada pemberian informasi kesehatan melalui media dan teknologi pendidikan kepada masyarakat dengan harapan masyarakat mau melakukan perilaku hidup sehat.

Namun kenyataannya, perubahan tersebut sangat lamban sehingga dampaknya terhadap perbaikan kesehatan sangat kecil. Dengan kata lain, peningkatan pengetahuan yang tinggi tidak diikuti dengan perubahan perilaku. Seperti yang diungkap hasil penelitian, 80% masyarakat tahu cara mencegah demam berdarah dengan melakukan 3M (menguras, menutup dan mengubur) tetapi hanya 35% dari masyarakat yang benar-benar melakukan 3M tersebut.

Oleh sebab itu, agar pendidikan kesehatan tidak terkesan ‘tanpa arti’, maka para ahli pendidikan kesehatan global yang dimotori oleh WHO, pada tahun 1984 merevitalisasi  pendidikan kesehatan tersebut dengan menggunakan istilah promosi kesehatan.

Promosi kesehatan tidak hanya mengupayakan perubahan perilaku saja tetapi juga perubahan lingkungan yang memfasilitasi perubahan perilaku tersebut. Disamping itu promosi kesehatan lebih menekankan pada peningkatan kemampuan hidup sehat bukan sekedar berperilaku sehat.

4. Periode Tahun 1985-1995

Dibentuklah Direktoral Peran Serta Masyarakat (PSM), yang diberi tugas memberdayakan masyarakat. Direktoral PKM berubah menjadi Pusat PKM, yang tugasnya penyebaran informasi, komunikasi, kampanye dan pemasaran sosial bidang kesehatan. Saat itu pula PKMD menjadi Posyandu. Tujuan dari PKM dan PSM saat itu adalah perubahan perilaku. Pandangan (visi) mulai dipengaruhi oleh ’Ottawa Charter’ tentang Promosi Kesehatan.

5. Periode Tahun 1995-Sekarang

Istilah PKM menjadi Promosi Kesehatan. Bukan saja pemberdayaan kearah mobilisasi massa yang menjadi tujuan, tetapi juga kemitraan dan politik kesehatan (termasuk advokasi). Sehingga sasaran Promosi Kesehatan tidak hanya perubahan perilaku tetapi perubahan kebijakan atau perubahan menuju perubahan sistem atau faktor lingkungan kesehatan.

Pada Tahun 1997 diadakan konvensi Internasional Promosi Kesehatan dengan tema ”Health Promotion Towards The 21’st Century, Indonesian Policy for The Future” dengan melahirkan ‘The Jakarta Declaration’.

Berdasarkan Piagam Ottawa (Ottawa Charter, 1986) sebagai hasil rumusan Konferensi Internasional Promosi Kesehatan Di Ottawa-Canada, menyatakan bahwa Promosi Kesehatan adalah upaya yang dilakukan terhadap masyarakat sehingga mereka mau dan mampu untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka sendiri.

Batasan promosi kesehatan ini mencakup 2 dimensi yaitu kemauan dan kemampuan. Sehingga tujuan dari Promosi Kesehatan itu sendiri adalah memampukan masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka dan menciptakan suatu keadaan, yakni perilaku dan lingkungan yang kondusif bagi kesehatan.

Dengan demikian penggunaan istilah Promosi Kesehatan di Indonesia tersebut dipicu oleh perkembangan dunia Internasional. Nama unit Health Education di WHO baik di Hoodquarter, Geneva maupun di SEARO India, juga sudah berubah menjadi unit Health Promotion.

Nama organisasi profesi Internasional juga mengalami perubahan menjadi International Union For Health Promotion and Education (IUHPE). Istilah Promosi Kesehatan tersebut juga ternyata sesuai dengan perkembangan pembangunan kesehatan di Indonesia sendiri yang mengacu pada paradigma sehat.

Salah satu tonggak promosi kesehatan ialah Deklarasi Jakarta, yang lahir dari Konferensi Internasional Promosi Kesehatan ke IV.

Deklarasi Jakarta Merumuskan bahwa:
  1. Promosi kesehatan adalah investasi utama yang memberikan dampak pada determinan kesehatan, dan juga memberikan kesehatan terbesar pada masyarakat.
  2. Promosi kesehatan memberikan hasil positif yang berbeda dibandingkan upaya lain dalam meningkatkan kesetaraan bagi masyarakat dalam kesehatan.
  3. Promosi kesehatan perlu disosialisasikan dan harus menjadi tanggung jawab lintas sektor.

Deklarasi juga merumuskan prioritas-prioritas promosi kesehatan di abad 21 yaitu:
  • Meningkatkan tanggung jawab dalam kesehatan
  • Meningkatkan investasi untuk pembangunan kesehatan
  • Meningkatkan kemampuan masyarakat dan pemberdayaan individu serta menjamin infrastruktur promosi kesehatan.