Widget HTML #1

Pengertian Perlindungan Anak dan Hak Anak


1. Pengertian Perlindungan Anak

Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Sistem perlindungan anak diatur berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014, dimana pada Pasal 55 menyatakan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah (Pemda) wajib menyelenggarakan pemeliharaan, perawatan dan rehabilitasi sosial anak terlantar baik di dalam lembaga maupun di luar lembaga.

2. Hak-Hak Anak

Hak anak merupakan hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi dan dipenuhi orang tua, keluarga dan masyarakat, pemerintah dan negara.

Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2014, hak-hak anak meliputi:
  1. Dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara wajar sesuai harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
  2. Identitas diri sejak kelahirannya.
  3. Untuk beribadah menurut agamanya, berpikir dan berekspresi sesuai tingkat kecerdasannya dan usianya dalam bimbingan orang tua.
  4. Untuk mengetahui orang tuannya, dibesarkan dan diasuh orang tuanya sendiri bila karena suatu sebab orang tuanya tidak dapat menjamin tumbuh dan kembang anak, atau anak dalam keadaan terlantar maka anak tersebut berhak diasuh atau diangkat sebagai anak asuh atau anak angkat oleh orang lain sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
  5. Memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai kebutuhan fisik, mental, spiritual dan sosial.
  6. Memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya, anak yang harus memiliki keunggulan juga berhak mendapatkan pendidikan khusus.
  7. Untuk menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima mencari dan memberikan informasi sesuai tingkat kecerdasan dan usianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatuhan.
  8. Untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak sebaya beriman, berekreasi dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat dan tingkat kecerdasannya untuk mengembangkan diri.
  9. Mendapat perlindungan dari perlakuan diskriminasi, eksploitasi baik ekonomi maupun seksual, penelantaran, kekejaman, kekerasan dan penganiayaan, ketidakadilan dan perlakuan salah lainnya.
  10. Diasuh orang tuanya sendiri, kecuali jika ada alasan dan atau ada aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa perpisahan tersebut adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan pertimbangan terakhir.
Sedangkan setiap anak penyandang disabilitas selain memiliki hak tersebut di atas maka memiliki hak lainnya yaitu:
  1. Memperoleh pendidikan inklusif dan atau pendidikan khusus.
  2. Memperoleh rehabilitasi, bantuan sosial dan pemeliharaan dalam taraf kesejahteraan sosial anak bagi anak dengan disabilitas.
Khusus bagi anak yang dirampas kebebasannya selain memiliki hak tersebut di atas maka memiliki hak:
  1. Mendapat perlakuan secara manusiawi dengan memperhatikan kebutuhan sesuai umurnya.
  2. Pemisahan dari orang dewasa.
  3. Pemberian bantuan hukum dan bantuan lain secara efektif.
  4. Pemberlakuan kegiatan rekreasi.
  5. Pembebasan dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan lain yang kejam, tidak manusiawi serta merendahkan martabat dan derajatnya.
  6. Penghindaran dari publikasi atas identitasnya.
  7. Pemberian keadilan di muka pengadilan anak yang objektif, tidak memihak dan dalam sidang yang tertutup umum.

3. Jenis Perlindungan Anak Khusus

Semua anak perlu mendapat perlindungan terutama perlindungan dari orang tuanya tetapi terdapat anak-anak khusus yang memerlukan perlindungan baik dari pemerintah maupun lembaga. Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2014 pasal 59 menyatakan bahwa Pemerintah, Pemerintah Daerah (Pemda) dan lembaga lainnya berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan khusus kepada anak, di mana anak yang memerlukan perlindungan khusus tersebut adalah:
  1. Anak dalam situasi darurat.
  2. Anak yang berhadapan dengan hukum.
  3. Anak dari kelompok minoritas dan terisolasi.
  4. Anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan atau seksual.
  5. Anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika dan zat adiktif lainnya.
  6. Anak yang menjadi korban pornografi.
  7. Anak dengan HIV/AIDS.
  8. Anak korban penculikan, penjualan dan atau perdagangan.
  9. Anak korban kekerasan fisik dan atau psikis.
  10. Anak korban kejahatan seksual.
  11. Anak korban jaringan terorisme.
  12. Anak penyandang disabilitas.
  13. Anak korban perlakuan salah dan penelantaran.

4. Sistem Perlindungan Anak

Kerangka hukum dan kebijakan di Indonesia perlu diperkuat untuk mencegah dan menangani kekerasan, perlakuan salah, eksploitasi dan penelantaran anak. Pemerintah pusat dan daerah memerlukan keselarasan peraturan maka langkah terakhir yang dilakukan pemerintah pusat adalah mengembangkan pedoman.

Perda yang mengacu pada pendekatan berbasis sistem terhadap perlindungan anak merupakan sebuah langkah yang positif. Perlindungan anak melalui pendekatan berbasis sistem meliputi (1) Sistem perlindungan anak yang efektif melindungi anak dari segala bentuk kekerasan, perlakuan salah, eksploitasi dan penelantaran, (2) Sistem perlindungan anak yang efektif mensyaratkan adanya komponen-komponen yang saling terkait, (3) Rangkaian pelayanan perlindungan anak di tingkat masyarakat dimulai dari layanan pencegahan primer dan sekunder sampai pelayanan tersier (Unicef Indonesia, 2012).

Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2014, dimana pada Pasal 73a menyatakan bahwa (1) Dalam rangka efektivitas penyelenggaraan perlindungan anak, kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang perlindungan anak harus melakukan koordinasi lintas sektoral dengan lembaga terkait, (2) Koordinasi dilakukan melalui pemantauan, evaluasi dan pelaporan penyelenggaraan perlindungan anak. Pada pasal 74 menyatakan bahwa (1) Dalam rangka meningkatkan efektivitas pengawasan penyelenggaraan pemenuhan hak anak, dengan undang-undang ini dibentuk Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang bersifat independen, (2) Dalam hal diperlukan, Pemerintah Daerah dapat membentuk Komisi Perlindungan Anak Daerah atau lembaga lainnya yang sejenis untuk mendukung pengawasan penyelenggaraan perlindungan anak di daerah.

Cara melindungi anak dari kekerasan fisik dan kejahatan seksual

Berikut ini cara melindungi anak dari kekerasan fisik dan kejahatan seksual dimana banyak pelaku kekerasan fisik dan seksual banyak dilakukan oleh orang yang dikenal oleh anak. Cara melindunginya yaitu dimulai dengan:
  1. Bangun komunikasi dengan anak:
    • Dengarkan cerita anak dengan penuh perhatian.
    • Hargai pendapat dan seleranya walaupun orang tua tidak setuju.
    • Jika anak bercerita sesuatu hal yang sekiranya membahayakan, tanyakan anak bagaimana mereka menghindari bahaya tersebut.
    • Orang tua belajar untuk melihat dari sudut pandang anak. Jangan cepat mengkritik atau mencela cerita anak.
  2. Cara yang dilakukan jika mengira anak menjadi korban kekerasan fisik atau kekerasan seksual:
    • Beri lingkungan yang aman dan nyaman agar dia dapat berbicara kepada Anda atau orang dewasa yang dapat dipercaya.
    • Yakinkan anak bahwa dia tidak bersalah dan tidak melakukan apapun yang salah. Yang bersalah adalah orang yang melakukan hal tersebut kepadanya.
    • Cari bantuan untuk menolong kesehatan mental dan fisik.
    • Konsultasi dengan aparat negara yang dapat dipercaya bagaimana menolong anak tersebut.
    • Laporkan kejadian ini kepada Komisi Anak Nasional.
    • Jaga rahasia: kejadian dan data pribadi anak agar tidak menjadi rumor yang akan menjadi beban dan penderitaan mental anak. Dalam undang-undang hak anak: anak yang menjadi korban kejahatan seksual berhak untuk dirahasiakan namanya.