Widget HTML #1

Issue Legal dan Tantangan Praktik Keperawatan Profesional


BLOGPERAWAT.NET -  Kali ini kita akan membahas tentang issue yang berhubungan dengan praktik keperawatan professional, tantangan dan tuntutan profesi keperawatan dalam pelayanan kesehatan di era globalisasi.

Issue adalah sesuatu yang sedang dibicarakan oleh banyak namun belum jelas faktanya atau buktinya. Beberapa issue dalam praktik keperawatan pada saat ini adalah:

Euthanasia

Euthanasia adalah dengan sengaja tidak melakukan sesuatu untuk memperpanjang hidup seorang pasien atau sengaja melakukan sesuatu untuk memperpendek hidup atau mengakhiri hidup seorang pasien, dan ini dilakukan untuk kepentingan pasien sendiri.

Jenis Euthanasia ada dua yaitu:
  1. Euthanasia pasif adalah perbuatan menghentikan atau mencabut segala tindakan atau pengobatan yang perlu untuk mempertahankan hidup manusia.
  2. Euthanasia aktif adalah perbuatan yang dilakukan secara medik melalui intervensi aktif oleh seorang dokter dengan tujuan untuk mengakhiri hidup manusia. Euthanasia aktif dibedakan menjadi:
    • Euthanasia aktif langsung (direct) adalah dilakukannya tindakan medik secara terarah yang diperhitungkan akan mengakhiri hidup pasien, atau memperpendek hidup pasien. 
    • Euthanasia tidak aktif (indirect) adalah di mana dokter atau tenaga kesehatan melakukan tindakan medik untuk meringankan penderitaan pasien, namun mengetahui adanya risiko tersebut dapat memperpendek atau mengakhiri hidup pasien.
Pelaksanaan euthanasia dibagi atas 4 kategori, yaitu:
  1. Tidak ada bantuan dalam proses kematian tanpa maksud memperpendek hidup pasien
  2. Ada bantuan dalam proses kematian tanpa maksud memperpendek hidup pasien
  3. Tidak ada bantuan dalam proses kematian dengan tujuan memperpendek hidup pasien
  4. Ada bantuan dalam proses kematian dengan tujuan memperpendek hidup pasien
Kitab Undang-undang Hukum Pidana mengatur seseorang dapat dipidana atau dihukum jika ia menghilangkan nyawa orang lain dengan sengaja atau pun karena kurang hati-hati. Ketentuan pelanggaran pidana yang berkaitan langsung dengan euthanasia aktif terdapat pada pasal 344 KUHP. Pasal 344 KUHP: Barang siapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang disebutnya dengan nyata dan dengan sungguh-sungguh, dihukum penjara selama-lamanya dua belas tahun.

Ketentuan ini harus diingat kalangan kedokteran dan keperawatan sebab walaupun terdapat beberapa alasan kuat untuk membantu pasien/keluarga pasien mengakhiri hidup atau memperpendek hidup pasien, ancaman hukuman ini harus dihadapi.

Untuk jelasnya euthanasia aktif maupun pasif tanpa permintaan, beberapa pasal di bawah ini perlu diketahui oleh dokter.
  • Pasal 338 KUHP: Barang siapa dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain, dihukum karena maker mati, dengan penjara selama-lamanya lima belas tahun.
  • Pasal 340 KUHP: Barang siapa dengan sengaja dan direncanakan lebih dahulu menghilangkan jiwa orang lain, dihukum, karena pembunuhan direncanakan (mood) dengan hukuman mati atau penjara selama-lamanya seumur hidup atau penjara sementara selama lamanya dua puluh tahun.
  • Pasal 359 KUHP: Barang siapa karena salahnya menyebabkan matinya orang, dihukum penjara selama-lamanya lima tahun atau kurungan selama-lamanya satu tahun.

Aborsi

Aborsi (pengguguran kandungan) merupakan awal fetus pada periode gestasi sehingga fetus tidak mempunyai kekuatan untuk bertahan hidup. Aborsi merupakan pemusnahan yang melanggar hukum atau menyebabkan lahir premature fetus manusia sebelum masa lahir secara alami.

Aborsi telah menjadi masalah internasional dan berbagai pendapat telah diajukan baik yang menyetujui maupun menentang. Pelarangan praktik aborsi di Indonesia tercantum dalam pasal 347 – 349.
  • Pasal 347 disebutkan seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana paling lama empat tahun.
  • Pasal 348 menyatakan barang siapa melakukan sesuatu dengan sengaja yang menyebabkan keguguran atau matinya kandungan dapat dikenai penjara paling lama dua belas tahun. 
  • Kemudian pada pasal 349 dinyatakan jenis pidana bagi dokter, bidan, atau juru obat yang melakukan praktik aborsi.
Dalam UU kesehatan No 36 tahun 2009 bab XX Pasal 194 ayat (1) disebutkan setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Informed Consent

Informed consent adalah suatu persetujuan oleh pasien untuk menerima suatu tindakan atau prosedur setelah mendapatkan informasi yang lengkap, termasuk risiko tindakan dan kenyataan yang berhubungan dengan tindakan, yang sudah disediakan oleh dokter/perawat. Informed consent ini sudah diatur dalam Undang-undang No 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran.

Dokter dan perawat harus berkata jujur dan menyampaikan apabila ada alternatif lain, maka dokter harus menjelaskan juga agar diketahui oleh pasien dan segala risiko yang melekat pada tindakan itu. Dokter dan perawat memberikan beberapa alternatif tindakan dan risikonya, keputusan tetap ada pada pasien, karena dialah yang menanggung risiko akhir jika ada terjadi sesuatu.

Bentuk Informed consent dapat: dinyatakan (express) secara lisan (oral) dan secara tertulis (written), tersirat atau dianggap diberikan (implied or tacit consent), yaitu dalam keadaan biasa (normal or constructive consent) dan dalam keadaan gawat darurat (emergency).

Fungsi informed consent adalah promosi dari hak otonomi perorangan, proteksi dari pasien dan subyek, mencegah terjadinya penipuan atau paksaan, menimbulkan rangsangan kepada profesi medis untuk mengadakan introspeksi terhadap diri sendiri, promosi dan keputusan-keputusan yang rasional, keterlibatan masyarakat (dalam memajukan prinsip otonomi sebagai suatu nilai social dan mengadakan pengawasan dalam penyelidikan biomedik.

Makna Informed consent adalah informasi, persetujuan, dan penolakan. Informasi ini merupakan bagian yang terpenting di dalam informed consent yang harus disampaikan kepada keluarga sebelum melakukan tindakan medis. Informasi mengenai apa (what) yang perlu disampaikan, kapan disampaikan (when), siapa yang harus menyampaikan (who) dan informasi yang mana (which) yang perlu disampaikan.

Dalam Undang-undang No 29 tahun 2004 tentang Informed consent dinyatakan bahwa dokter harus menyampaikan informasi atau penjelasan kepada pasien/keluarga diminta atau tidak diminta, jadi informasi harus disampaikan.

Persetujuan haruslah didapatkan sesudah pasien mendapatkan informasi yang adekuat.

Ada 5 elemen mayor informed consent, yaitu:
  1. Persetujuan harus diberikan secara sukarela
  2. Persetujuan harus diberikan oleh individu atau seseorang yang mempunyai kapasitas dan mengerti
  3. Pasien harus diberi informasi yang cukup untuk kemudian menjadi orang yang mampu mengambil keputusan
  4. Mengenai sesuatu hal yang khas
  5. Tindakan itu juga dilakukan pada situasi yang sama.
Informasi ini diberikan pada orang yang sudah mampu membuat keputusan sendiri, yaitu usia di atas 21 tahun atau usia 21 tahun yang sudah menikah dan dalam keadaan sehat mental. Jika tindakan dilakukan pada anak-anak di bawah usia 18 tahun dan belum menikah, atau pasien tidak sadar, maka penjelasan diberikan pada orang yang kompeten (orang yang paling dekat: orang tua, teman, staff).

Untuk pasien dalam keadaan tidak sadar, atau pingsan serta tidak didampingi oleh keluarga terdekat dan secara medik berada dalam keadaan gawat darurat yang memerlukan tindakan medik segera, maka tidak diperlukan persetujuan dari siapa pun.

Penolakan, dapat terjadi karena tidak selamanya pasien atau keluarga setuju dengan tindakan medik yang akan dilakukan dokter. Dalam situasi demikian, kalangan dokter maupun kalangan kesehatan lainnya harus memahami bahwa pasien atau keluarga mempunyai hak untuk menolak usul tindakan yang akan dilakukan. Keadaan seperti ini disebut sebagai Informed refusal.

Tidak ada hak dokter maupun perawat yang dapat memaksa pasien mengikuti anjurannya, walaupun dokter menganggap penolakan bisa berakibat gawat atau kematian pada pasien.

Bila dokter gagal dalam meyakinkan pasien pada alternatif tindakan yang diperlukan, maka untuk keamanan di kemudian hari, sebaiknya dokter atau rumah sakit meminta pasien atau keluarga menandatangani surat penolakan terhadap anjuran tindakan medik yang diperlukan. Dalam kaitan transaksi terapeutik dokter dengan pasien, pernyataan penolakan pasien atau keluarga ini dianggap sebagai pemutusan transaksi terapeutik. Dengan demikian apa yang terjadi dibelakang hari tidak menjadi tanggung jawab dokter atau rumah sakit lagi.

Confidentiality

Confidentiality adalah menjaga privasi atau rahasia klien, segala sesuatu mengenai klien boleh diketahui jika digunakan untuk pengobatan klien atau mendapat izin dari klien. Sebagai perawat kita hendaknya menjaga rahasia pasien itu tanpa memberitahukanya kepada orang lain maupun perawat lain.

Perawat memiliki komitmen menyeluruh tentang perlunya mempertahankan privasi dan kerahasiaan pasien sesuai kode etik keperawatan. Beberapa hal terkait isu ini yang secara fundamental mesti dilakukan dalam merawat pasien adalah:
  • Jaminan kerahasiaan dan jaminan pelayanan dari informasi kesehatan yang diberikan harus tetap terjaga
  • Individu yang menyalahgunakan kerahasiaan, keamanan, peraturan dan informasi dapat dikenakan hukuman/legal aspek.
Dengan kemajuan teknologi telenursing dapat digunakan perawat dalam melakukan asuhan keperawatan. Telenursing berkaitan dengan isu aspek legal, pengaturan etik, dan kerahasiaan pasien.

Di negara bagian Amerika Serikat, praktik telenursing dilarang guna menghindari malpraktik perawat. Perawat yang online sebagai coordinator harus memiliki lisensi di wilayahnya dan pasien yang menerima telenursing harus berada di wilayah tersebut. Dalam memberikan asuhan keperawatan jarak jauh diperlukan kebijakan umum yang mengatur standar operasional prosedur, etik dan profesionalisme, keamanan, kerahasiaan pasien dan jaminan informasi yang diberikan.

Kegiatan telenursing terintegrasi dengan strategi dan kebijakan perkembangan praktik keperawatan, penyediaan asuhan keperawatan, sistem pendidikan dan pelatihan keperawatan yang menggunakan yang menggunakan model informasi berbasis internet.

Perawat memiliki komitmen menyeluruh tentang perlunya mempertahankan privasi dan kerahasiaan pasien sesuai dengan kode etik keperawatan. Hal yang mendasar yang harus dilakukan dalam penerapan teknologi bidang kesehatan dalam merawat pasien adalah jaminan kerahasiaan dan jaminan pelayanan informasi yang diberikan harus tetap terjaga, pasien yang mendapatkan intervensi melalui telenursing harus diinformasikan risiko (misalnya keterbatasan jaminan kerahasiaan informasi melalui internet/telepon) dan keuntungannya, individu yang menyalahgunakan kerahasiaan, keamanan dan peraturan penggunaan informasi dapat dikenakan hukuman.

Tantangan Profesi Keperawatan Dalam Pelayanan Kesehatan di Era Globalisasi

Tantangan profesi keperawatan dalam pelayanan kesehatan di era globalisasi adalah:
  • Terjadi pergeseran pola masyarakat Indonesia
  • Pergeseran pola masyarakat agrikultural (mayoritas penduduk sebagai petani) ke masyarakat industri dan masyarakat tradisional berkembang menjadi masyarakat maju
  • Pergeseran pola kesehatan yaitu adanya penyakit dengan kemiskinan seperti infeksi, penyakit yang disebabkan oleh kurang gizi dan pemukiman yang tidak sehat, adanya penyakit atau kelainan kesehatan akibat pola hidup modern, penyakit-penyakit yang masih menjadi masalah global seperti AIDS, SARS, TBC, flu burung semakin meningkat, adanya angka kematian bayi dan angka kematian ibu sebagai indikator derajat kesehatan
  • Pergerakan umur harapan hidup mengakibatkan masalah kesehatan yang terkait dengan masyarakat lanjut usia seperti penyakit generative, umur harapan hidup masyarakat Indonesia
  • Masalah kesehatan yang berhubungan dengan urbanisasi, pencemaran kesehatan lingkungan dan kecelakaan kerja cenderung meningkat sejalan dengan pembangunan industry
  • Adanya pergeseran nilai-nilai keluarga mempengaruhi berkembangnya kecenderungan keluarga terhadap anggotanya menjadi berkurang
  • Kesempatan mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi dan penghasilan yang lebih besar membuat masyarakat lebih kritis dan mampu membayar pelayanan kesehatan yang bermutu dan dapat dipertanggungjawabkan dan pelayanan kesehatan tidak hanya diberikan di tempat institusi pelayanan kesehatan saja, tetapi mobilitas pelayanan kesehatan sangat dibutuhkan di masyarakat.
Perkembangan IPTEK menuntut kemampuan spesifikasi dan penelitian bukan saja dapat memanfaatkan IPTEK, tetapi juga untuk menapis dan memastikan IPTEK sesuai dengan kebutuhan dan social budaya masyarakat Indonesia yang akan diadopsi. IPTEK juga berdampak pada biaya kesehatan yang makin tinggi dan pilihan tindakan penanggulangan masalah kesehatan yang makin banyak dan kompleks selain itu dapat menurunkan jumlah hari rawat.

Globalisasi Dalam Pelayanan Kesehatan

Globalisasi yang akan berpengaruh terhadap perkembangan pelayanan kesehatan termasuk pelayanan keperawatan ada 2 yaitu:
  1. Tersedianya alternatif pelayanan
  2. Persaingan penyelenggaraan pelayanan untuk menarik minat pemakai jasa pemakai kualitas untuk memberikan jasa pelayanan kesehatan yang terbaik.
Tuntutan profesi keperawatan dalam pelayanan kesehatan di era globalisasi:
  • Memiliki dan memperkaya tubuh pengetahuan melalui penelitian
  • Memiliki kemampuan memberikan pelayanan yang unik kepada orang lain
  • Pendidikan yang memenuhi standar
  • Terdapat pengendalian terhadap praktik
  • Bertanggungjawab & bertanggung gugat terhadap tindakan yang dilakukan
  • Mempunyai fungsi mandiri dan kolaborasi.

Peluang profesi keperawatan di masa kini dan yang akan datang

Perkembangan keperawatan bukan saja karena adanya pergeseran masalah kesehatan di masyarakat, akan tetapi juga adanya tekanan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan serta perkembangan profesi keperawatan dalam menghadapi era globalisasi. Peluang tempat lahan kerja
perawat yang ada saat ini di dalam negeri dan di luar negeri.

Di dalam negeri, misalnya: Peluang kerja perawat di dalam negeri dapat menjadi perawat di RS Negeri/Swasta ( mencapai jabatan struktural; Kepala Ruangan, Bidang Keperawatan, Diklat dsb), saat ini di banyak RS rasio perawat dan jumlah TT melebihi 1:8, bahkan ada yang mencapai 1:12. Padahal jika sesuai dengan peraturan yang ada RS tipe A dan B rasio perawat dan jumlah TT adalah 1:3, RS tipe C adalah 1:5, dan RS tipe D adalah 1:6.

Hal ini berarti masih terbuka peluang bagi pendayagunaan lulusan perawat di dalam negeri, menjadi staf pendidik di D III Keperawatan/STIKES/FIK di Perguruan Tinggi Negeri atau di Swasta, bekerja di Asuransi Kesehatan, bagian klaim, Medical Representative (Detailer) di Farmasi, bekerja di Penerbit Buku Kesehatan, dan Peneliti.

Di luar negeri, sejak tanggal 1 Januari 2009, perawat luar negeri bebas datang dan bekerja di Indonesia. Hal ini terjadi karena kesepakatan Mutual Recognition Arrangement (MRA) yang sudah ditandatangani oleh 10 negara ASEAN. Isi dari MRA adalah pengaturan pengakuan timbal balik negara-negara ASEAN untuk keperawatan.

Era globalisasi dihalalkan persaingan bebas perdagangan dan tarif termasuk jasa kesehatan (Masyarakat Ekonomi Asean/MEA/2015). Prospek Kerja Perawat Di Luar Negeri sangat besar. Dari beberapa laporan diketahui bahwa kendala utama yang dihadapi oleh para perawat Indonesia adalah
kemampuan berbahasa Inggris dan keterampilan yang masih kurang.

Berkenaan dengan keterampilan perawat Indonesia yang masih kurang, maka perawat harus belajar National Council Licensure Examination (NCLEX). Ujian NCLEX, memiliki sertifikat TOEFL dan IELTS tertentu sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh masing-masing negara tujuan merupakan prasyarat perawat Indonesia untuk dapat bekerja di luar negeri.